Jakarta (ANTARA News) - Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa pemadaman listrik yang terjadi di berbagai wilayah termasuk di Jakarta dan sekitarnya, bukan berarti tengah terjadi krisis ketersediaan tenaga listrik di daerah tersebut.
Direktur Program Ditjen Listrik dan Pemanfataan Energi (LPE) Departemen ESDM Emy Perdanahari di Jakarta Rabu mengatakan, sesuai Peraturan Dirjen LPE No 252-12/20/600.1/2007, suatu daerah mesti memenuhi sejumlah kriteria yang cukup ketat jika masuk kategori krisis listrik.
"Jadi, pemadaman listrik di beberapa daerah belum masuk kategori krisis jika tidak memenuhi kriteria sesuai peraturan tersebut. Meski, pemadaman bisa memicu timbulnya krisis," ujarnya.
Sesuai peraturan itu, kondisi krisis terjadi jika kapasitas daya mampu pembangkit kurang dari beban puncak atau cadangan operasi kurang dari unit pembangkit terbesar dan dua tahun ke depan tidak ada penambahan pembangkit baru.
Mekanismenya, PLN mengusulkan kondisi krisis listrik ke Menteri ESDM untuk mendapatkan penetapan.
Selanjutnya, usulan kondisi krisis itu mesti dilengkapi dengan neraca daya sistem dan penyebab krisis serta dilakukan penelitian dan verifikasi atas usulan tersebut.
Sesuai Peraturan Menteri ESDM No 236-12/23/600.2/2009 tanggal 20 Mei 2009, daerah yang ditetapkan sebagai krisis listrik adalah NAD yang meliputi Takengon, Subulussalam, dan Sinabang, Tanjung Balai Karimun, dan Bengkulu yakni Muko-Muko.
Selanjutnya, Kalimantan Tengah meliputi Buntok dan Sampit, Barito, Kalimantan Timur yakni Petung, Tanah Grogot, dan Nunukan, Sulawesi Tengah meliputi Leok, Kolonedale, Poso, Luwuk, dan Toli-Toli, Gorontalo, Maluku Utara yakni Tobelo, Maluku yakni Tual, Papua yakni Timika, dan Jayapura.
Menurut Emy, kebijakan penangangan krisis dalam jangka pendek yakni 1-2 tahun adalah mengatasi pemadaman sampai pembangkit selesai dan jangka menengah berupa pembangunan pembangkit dengan masa konstruksi 3-5 tahun.
Selain itu, mengutamakan pemakaian energi setempat dan pembangkit BBM hanya dilakukan sampai selesainya pembangkit non-BBM.
"Mekanisme pengadaannya bisa melalui penunjukan langsung dan sumber pembiayaan adalah APBN atau APBD, Anggaran PLN, dan swasta," katanya.
Sedang, program penanggulangan krisis dari sisi suplai antara lain sewa pembangkit, proyek 10.000 MW tahap pertama dan kedua, proyek PLN di luar 10.000 MW, dan pembangkit swasta (IPP).
Dari sisi kebutuhan, programnya antara lain pengalihan jam kerja industri di Jawa-Bali, penerapan tarif nonsubsidi pelanggan mampu, sambungan baru dilakukan selektif, dan penertiban pencurian listrik.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009