angka positivity rate yang dimiliki Jakarta sedikit di atas rekomendasi ideal WHO, yaitu 5 persen.

Jakarta (ANTARA) - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengakui ada penambahan tingkat positif (positivity rate)kasus COVID-19 di Ibu Kota, namun angkanya masih di bawah rerata nasional.

"Angka positive rates kita (Jakarta) adalah 5,2 persen, ini di bawah angka rerata nasional sebesar 12,3 persen," kata Anies dalam rekaman video yang disiarkan Pemprov DKI Jakarta, Sabtu.

Menurut Anies, angka positivity rate yang dimiliki Jakarta sedikit di atas rekomendasi ideal WHO, yaitu 5 persen.

Baca juga: Jumlah pasien sembuh COVID-19 di Jakarta bertambah 168 orang

Tetapi, angka tersebut masih jauh di bawah batas maksimal yang pernah disampaikan WHO, yaitu 10 persen, jadi maksimal 10 persen, idealnya 5 persen.

"Angka kita (Jakarta) adalah 5,2 persen," ujar Anies.

Ia menjelaskan, angka kasus positif COVID-19 di DKI Jakarta per Jumat (24/7) sampai dengan pukul 10.00 WIB, berjumlah 18.365 kasus, atau ada penambahan 297 dari hari sebelumnya.

Dari seluruh kasus positif itu, ada 11.552 atau 63 persen yang sudah dinyatakan sembuh, sedangkan 6.058 adalah kasus aktif, artinya masih dirawat atau masih melakukan isolasi diri.

Baca juga: Anies klaim kemampuan testing COVID-19 DKI lampaui standar WHO

Sedangkan untuk jumlah yang meninggal dunia di Jakarta sampai dengan saat ini tercatat 755 orang.

"Tingkat tingkat kematiannya (fatality case) di Jakarta ini adalah 4,1 persen, dengan rata-rata global yang juga 4,1 persen, dan ini di bawah rata-rata nasional yang sebesar 4,9 persen," jelasnya.

Angka tersebut, lanjut Anies, belum menunjukkan Jakarta aman dari COVID-19. Masyarakat masih harus waspada karena dalam minggu terakhir ini nilai 'positivity rate' menunjukkan tren yang meningkat.

Pemprov DKI Jakarta mencatat, tiga minggu lalu, nilai positivity rate di Ibu Kota adalah 4,8 persen.

Lalu dua minggu yang lalu naik menjadi 5,2 persen, lalu seminggu terakhir ini menjadi 5,9 persen.

"Jadi kita harus waspada, 4,8, lalu 5,2, dan 5,9. Nah di satu sisi kapasitas testing Jakarta, kemampuan kita melakukan testing itu ditingkatkan," katanya.

Baca juga: Wagub DKI Jakarta berharap perkantoran taati protokol kesehatan

Ia mengatakan, Pemprov DKI Jakarta gencar melakukan penemuan kasus (active case finding) untuk menemukan kasus-kasus positif, bahkan 30 persen dari temuan kasus positif di Jakarta kini adalah hasil dari 'active case finding' yang dilakukan Puskesmas.

Puskesmas menemukan kira-kira 30 persen dari kasus positif, lalu 20 persen adalah hasil penelusuran kontak (contact tracing) dari kasus yang sudah ditemukan positif sebelumnya.

"Jadi puskesmas ini berburu kasus positif di masyarakat," ujarnya.

Setiap ditemukan kasus positif, lanjut Anies, lalu ditelusuri (tracking) sejarahnya, di-track orang-orang berinteraksi, setelah itu dilakukan testing.

"Lalu 50 persen sisanya (temuan kasus) berasal dari 'passive case finding', artinya orang yang datang ke rumah sakit, orang yang datang ke klinik, orang yang punya gejala, di situ kita periksa," katanya.

Menurut Anies, meskipun 'active case finding' ikut menaikkan grafik kasus positif, tapi tujuan Pemprov DKI bukan untuk menurunkan grafik, melainkan untuk dapat menghentikan penularan COVID-19 di lapangan secara nyata.

"Bila Jakarta hanya dinilai dari satu parameter saja, yaitu penambahan kasus positif tanpa melihat kasus yang lain lalu dianggap bahwa Jakarta kasusnya tambah, bagi kami itu bukan masalah," kata Anies.

Pewarta: Laily Rahmawaty/ Ricky Prayoga
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020