"Jaksa Agung tidak boleh diam dan segera melakukan reposisi. Kalau tidak, berarti melawan atau membangkang perintah presiden," kata peneliti ICW, Febri Diansyah, di Jakarta, Rabu.
Mabes Polri telah lebih dulu mereposisi diri dengan mencopot Komjen Pol Susno Duadji dari jabatannya Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim).
Sebaliknya, Kejagung terbilang lamban, di mana reposisi yang disampaikan Jaksa Agung Hendarman Supandji hanya wacana, yakni mengusulkan nama untuk direposisi.
Reposisi dianggap ICW sebagai konsekuensi dari adanya rekayasa penetapan tersangka dua pimpinan KPK nonaktif, Chandra M Hamzah dan Bibit S Rianto melalui rekaman yang diperdengarkan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Febri menegaskan Kejagung tidak boleh ditunda-tunda reposisi, demi memenuhi aspirasi publik untuk menciptakan penegak hukum yang bersih, sementara proses reposisi dengan penggantian pejabat di kejaksaan harus melalui uji publik dari masyarakat, mengingat penilaian penempatan pejabat Kejagung selama ini melulu oleh orang dalam.
"Kalau tidak melakukan uji publik tersebut, akan melawan rasa sensitif publik. Dan jika tidak dilakukan akan menimbulkan api dalam sekam," katanya.
Kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Jaksa Agung Hendarman Supandji telah mengusulkan agar Abdul Hakim Ritonga dicopot dari jabatannya sebagai tindak lanjut masukan reposisi di kejaksaan.
"Pak Ritonga akan kita diusulkan (dicopot) dan kita tetapkan kemudian," katanya, di Jakarta, Selasa (24/11) pagi. (*)
Pewarta: Luki Satrio
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009