...optimis dolar tak dapat disembuhkan bahwa gelombang COVID-19 saat ini di AS akan meninggalkan jejak negatif yang berat dalam ekonomi AS
New York (ANTARA) - Kurs dolar AS terus melemah terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya mendekati level terendah dua tahun pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), karena sentimen risiko tertekan ketika para pelaku pasar menimbang dampak dari pandemi COVID-19.
Dolar mencatat penurunan mingguan terbesar dalam hampir empat bulan terhadap sekeranjang mata uang utama dan juga melihat persentase penurunan mingguan terbesar terhadap euro yang melonjak sejak akhir Maret.
Indeks dolar AS, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, turun 0,26 persen menjadi 94,445. Sebelumnya di sesi terbut, indeks dolar sempat jatuh ke 94,358, terendah baru dalam 22 bulan terakhir.
Baca juga: Dolar AS menukik terendah 2 tahun, investor terus jual greenback
Pada akhir perdagangan New York, euro menguat menjadi 1,1635 dolar AS dari 1,1608 dolar AS pada sesi sebelumnya, dan pound Inggris naik menjadi 1,2788 dolar AS dari 1,2743 dolar AS pada sesi sebelumnya. Dolar Australia melemah menjadi 0,7094 dolar AS dari 0,7108 dolar AS.
Dolar AS dibeli 106,01 yen Jepang, lebih rendah dari 106,73 yen Jepang pada sesi sebelumnya. Dolar AS turun menjadi 0,9222 franc Swiss dari 0,9252 franc Swiss, dan meningkat menjadi 1,3422 dolar Kanada dari 1,3387 dolar Kanada.
Baca juga: Rupiah akhir pekan dibuka menguat 62 poin
Baca juga: Rupiah diprediksi lanjutkan penguatan hari ini, dipicu pelemahan dolar
Para pedagang khawatir bahwa infeksi Virus Corona yang melonjak di Amerika Serikat akan terus membebani perekonomian, para ahli mencatat.
"Perlahan menjadi jelas bahkan bagi yang optimis dolar tak dapat disembuhkan bahwa gelombang COVID-19 saat ini di AS akan meninggalkan jejak negatif yang berat dalam ekonomi AS," Antje Praefcke, analis di Commerzbank Research, mengatakan dalam sebuah catatan.
Hingga Jumat sore (24/7/2020), lebih dari 4,07 juta kasus telah dilaporkan di Amerika Serikat, dengan lebih dari 144.000 kematian, menurut penghitungan oleh Universitas Johns Hopkins.
Baca juga: Harga minyak naik, dibayangi ketegangan antara AS dan China
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020