Jakarta (ANTARA News) - Pengamat kepolisian Neta S Pane mengatakan, naiknya Koordinator Staf Ahli Kapolri, Irjen Pol Ito Sumardi sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri menggantikan Komjen Pol Susno Duadji merupakan hasil kompromi Kapolri dengan Susno.

"Susno mau lengser menjadi Kabareskrim jika yang menggantikan adalah sahabatnya yang tidak lain adalah Ito. Dan Kapolri menyetujui hal itu," kata Neta di Jakarta, Selasa malam.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) itu mengatakan, karena Ito adalah hasil kompromi maka hampir dipastikan tidak banyak membawa pengaruh terhadap kinerja reserse Polri.

"Susno dan Ito adalah teman akrab. Sama-sama lulus Akademi Kepolisian tahun 1977 dan pergi bertugas bersama di Bosnia tahun 1980an saat Pak Harto menjadi Presiden," katanya.

Ito, kata Neta, juga kurang banyak berpengalaman di bidang reserse karena lebih banyak tertugas di fungsi lalu lintas.

"Susno dulu juga banyak bertugas di lalu lintas dibandingkan dengan reserse," ujarnya.

Yang membedakan keduanya hanyalah Ito pernah dua kali menjadi Kapolda sedangkan Susno hanya sekali sebelum menjadi Kabareskrim.

Ito pernah menjadi Kapolda Riau dan Sumsel sedangkan Susno Kapolda Jabar.

IPW juga menyoroti masalah yang pernah membelit Ito saat menjadi Kapolda Riau dan Sumsel.

Ito pernah diperiksa Inspektorat Pengawasan Umum serta Divisi Profesi dan Pengamanan Polri tahun 2008 lalu karena diduga membiarkan judi saat menjadi Kapolda Riau.

"Akibatnya, Ito dicopot jadi Kapolda Sumsel karena kasus saat jadi Kapolda Riau. Ini yang aneh. Orang baru dicopot jadi Kapolda kok dinaikkan jadi Kabareskrim," ujar Neta.

Naiknya Ito juga tidak menjadi cermin sistem kaderisasi di tubuh Polri karena Ito dan Susno sama-sama satu angkatan.

"Harusnya yang jadi Kabareskrim adalah jenderal yang lebih muda. Apa gak ada jenderal lain. Masih banyak perwira tinggi yang muda dan berpengalaman di reserse," katanya.

Mabes Polri di Jakarta, Selasa malam mengumumkan penggantian Susno menyusul desakan dari berbagai kalangan karena dianggap ikut bertanggungjawab atas kasus pemidanaan Bibit-Chandra yang diduga direkayasa.

Dua pimpinan nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah dijadikan tersangka kasus penyalahgunaan wewenang saat Bareskrim dipimpin Susno.

Kasus rekayasa terkuak ketika Mahkamah Konstitusi memutar rekaman berisi rekayasa untuk memidanakan Bibit-Chandra.

Mereka bahkan sempat ditahan selama empat hari namun dilepaskan karena mendapatkan kecaman dari masyarakat, tokoh politik dan tokoh nasional.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009