Banda Aceh (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai studi banding pejabat dan anggota DPR Aceh masalah hutan ke Kamboja tidak begitu penting dan terkesan menghambur-hamburkan dana proyek Aceh Forest and Environment Project (AFEP).

"Kami merasa prihatin atas tingkah polah pelaksana proyek AFEP yang sekali lagi mengabaikan rasa keadilan masyarakat hutan di sekitar Leuser dengan melakukan kegiatan yang menghambur-hamburkan dana," kata Direktur WALHI Aceh, Bambang Antariksa di Banda Aceh, Selasa.

Pihak Yayasan Leuser Internasional (YLI) yang mengelola proyek AFEP akan mengajak sejumlah pejabat dan anggota Komisi B DPRA ke Kamboja untuk studi banding mengenai pengelolaan hutan di negara itu pada 6-13 Desember 2009.

Dana jalan-jalan ke Kamboja ini akan diambil dari proyek AFEP tahun 2009. Proyek AFEP merupakan proyek penyelamatan hutan Aceh, baik di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dan Kawasan Ekosistem Ulu Masen senilai 17,5 juta dolar Amerika Serikat atau kurang lebih Rp175 miliar yang dilaksanakan oleh YLI dan Fauna Flora Internasional (FFI).

Proyek tersebut dimulai sejak tahun 2006 dan akan berakhir tahun 2010.

Bambang menyatakan, rencana studi banding itu sepatutnya tidak didukung oleh DPRA sebagai institusi yang mewakili rakyat Aceh, di mana kondisi rakyat di masyarakat di sekitar Leuser saat ini hidup memprihatinkan.

Lihat saja kejadian longsor yang melanda warga Panton Luas, Kecamatan Sawang, Kabupaten Aceh Selatan pada hari Senin (6/11). Di mana areal persawahan penduduk rusak tertimbun longsor.

Sehari sesudahnya banjir juga menerjang masyarakat Kabupaten Aceh Barat Daya hingga Bakongan dan Trumon di Kabupaten Aceh Selatan yang juga mengakibatkan kerugian bagi masyarakat di sana.

Bambang mengatakan, jika benar rencana jalan-jalan YLI dan anggota Komisi B DPR Aceh ke Kamboja terjadi, berarti YLI sama sekali tidak memperhatikan kepentingan rakyat Leuser di dalam pelaksanaan proyeknya.

Di saat rakyat Leuser banyak diterjang bencana akibat penurunan kondisi hutan Leuser yang selama ini diklaim oleh YLI melalui proyeknya, lembaga itu lebih memilih menghabiskan dana untuk jalan-jalan ke luar negeri, bukan untuk merestorasi kawasan serta memberikan bantuan kemanusiaan kepada korban.

"Sungguh di luar logika dan tidak menunjukkan keberpihakan kepada rakyat di Leuser," ujarnya.

Oleh karenanya, WALHI Aceh meminta kepada Ketua DPRA untuk tidak mengizinkan anggotanya berangkat ke luar negeri, khususnya anggota Komisi B yang akan didanai oleh YLI.

"Lebih baik anggota dewan mengunjungi korban bencana ekologis di sekitar Leuser dan memberikan bantuan kepada rakyat yang diwakilinya, ketimbang jalan-jalan ke Kamboja yang sama sekali tidak bermanfaat bagi rakyat Leuser," katanya.

Apalagi mempergunakan dana proyek yang seharusnya ditujukan untuk penyelamatan hutan Leuser, katanya.

Terkait dengan maraknya kejadian bencana ekologis yang melanda rakyat di sekitar Leuser, WALHI Aceh mengajak masyarakat korban untuk melakukan gugatan class action kepada lembaga yang selama ini mengatasnamakan hutan Leuser untuk mencari dana.

Untuk hal ini, WALHI Aceh siap mendampingi masyarakat korban melakukan gugatan tersebut, kata Bambang Antarariksa.

Sementara itu, Juru bicara YLI, Chik Rini mengatakan studi banding itu masih baru rencana.

Meskipun demikian, kalaupun studi banding itu terlaksana memang sudah menjadi program dari proyek AFEP dalam upaya meningkatkan pengetahuan pejabat dan anggota dewan terkait dengan manajemen hutan.

"Jadi, kalau WALHI Aceh keberatan dengan program itu rasanya aneh. Tapi itu hak mereka. Mereka juga pernah studi banding ke Thailand tapi tidak ada masalah," katanya. (*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009