Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung Hendarman Supandji mengusulkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar Wakil Jaksa Agung (Waja) nonaktif, Abdul Hakim Ritonga, dicopot dari jabatannya sebagai tindak lanjut masukan reposisi di kejaksaan.
"Pak Ritonga akan kita diusulkan (dicopot) dan kita tetapkan kemudian," katanya, di Jakarta, Selasa.
Sebelumnya, dalam rekaman rekayasa penetapan tersangka pimpinan KPK nonaktif, yang diperdengarkan di Mahkamah Konstitusi (MK) menyebut-nyebut pejabat tinggi di lingkungan kejaksaan dan polri.
Kemudian, Abdul Hakim Ritonga mengajukan permohonan pengunduran diri kepada Jaksa Agung yang tujuannya untuk menjaga citra institusinya tersebut.
Namun sampai sekarang belum ada putusan dari Jaksa Agung apakah menerima atau tidak menerima permohonan tersebut yang selanjutnya akan disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dalam Rapat Kerja (Raker) antara Kejagung, Polri dan KPK dengan Komisi III DPR , Abdul Hakim Ritonga hadir dan alasan kehadirannya itu tidak lain untuk memenuhi permintaan Komisi III DPR .
Hendarman menegaskan reposisi di tubuh Kejagung tersebut sampai sekarang masih dirumuskan.
"Pak Presiden meminta untuk dilakukan pembenahan, sudah jelas itu (permintaan pembenahan)," katanya.
Kejaksaan Agung (Kejagung) lebih memilih mengambil sikap mengeluarkan Surat Keterangan Penghentian Penuntutan (SKPP) dalam kasus dua pimpinan KPK nonaktif, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto.
Hal tersebut untuk menindaklanjuti pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Merdeka hari Senin yang memerintahkan untuk tidak meneruskan kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah ke pengadilan.
"Kita akan mengambil langkah dengan mengeluarkan SKPP," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Marwan Effendy, kepada ANTARA, di Jakarta, Senin malam.
Jampidsus menyatakan langkah yang diambil itu yakni dengan menyatakan berkas kedua pimpinan KPK tersebut lengkap atau P21.
"Pasalnya penyidik polri sudah memenuhi petunjuk yang diberikan oleh jaksa (dalam berkas Chandra dan Bibit)," katanya. (*)
Pewarta: Luki Satrio
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009