Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia optimistis bahwa Sidang Darurat Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan menghasilkan suatu resolusi yang mengecam agresi militer Israel di Jalur Gaza.
"Bahkan jika nantinya harus melalui suatu pemungutan suara, Indonesia tetap optimistis bahwa Sidang Darurat MU PBB ini akan menghasilkan suatu resolusi," kata Jurubicara Departemen Luar Negeri Teuku Faizasyah di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, negara-negara anggota Gerakan Nonblok (GNB) dan Organisasi Konferensi Islam (OKI) telah sepakat untuk mendukung resolusi tersebut sehingga sudah dipastikan dapat memperoleh mayoritas suara dari 192 negara anggota PBB.
"Posisi Indonesia dan negara-negara GNB sudah satu suara, begitu juga OKI, sehingga kalau terjadi pemungutan suara maka akan tercapai suara mayoritas," ujarnya.
Faiza mengatakan bahwa hingga Jumat siang waktu Indonesia, sudah 92 negara termasuk Indonesia yang menyampaikan sikapnya atas krisis kemanusiaan di Jalur Gaza dan sidang masih terus berlangsung.
Sekalipun resolusi yang dihasilkan Sidang Darurat Majelis Umum PBB tidak berkekuatan mengikat sebagaimana yang dihasilkan oleh Dewan Keamanan PBB namun lanjut Faiza dapat memberikan suatu tekanan bagi Israel untuk menghentikan agresinya yang telah mengakibatkan lebih 1.000 orang Palestina tewas.
"Sidang Darurat MU PBB yang dilakukan atas dasar surat yang disampaikan pemerintah Indonesia kepada presiden MU PBB memang tidak bersifat mengikat namun akan tercatat dalam sejarah dan dapat menunjukkan kebulatan suara internasional," ujarnya.
Faiza menjelaskan, pemerintah Indonesia menggagas penyelenggaraan Sidang Darurat Majelis Umum PBB beberapa waktu lalu ketika melihat DK PBB gagal menyepakati sebuah resolusi terkait agresi Israel di Jalur Gaza.
Sedangkan jumlah korban tewas di kalangan warga Palestina selama perang tiga pekan terakhir ini menurut kementerian kesehatan di Jalur Gaza sedikitnya mencapai 1.105 orang, dengan sekitar 15.000 cedera.
Para pejabat Palestina memperkirakan serangan itu juga mengakibatkan kerusakan mencapai sekitar 1,4 miliar dolar AS.
Biro Pusat Statistik Palestina mengatakan, sekitar 26.000 penduduk Gaza tak bisa tinggal di rumah-rumah mereka, dan untuk sementara mereka ditampung di tempat-tempat penampungan darurat.
Biro itu memperkirakan sekitar 20.000 bangunan telah porak-poranda akibat serangan udara Israel, selain serangan laut dan darat yang dimulai 27 Desember, dan sekitar 4.000 bangunan hancur total.
Para surveyor melaporkan kepada biro itu, bahwa bangunan-bangunan umum juga dirusak termasuk 18 gedung sekolah dan perguruan tinggi , jalan raya, jembatan, saluran tenaga listrik, air dan pipa pembuangan limbah. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009