Malang (ANTARA News) - Pengamat politik dan hukum Universitas Brawijaya (UB) Dr Ibnu Tricahyo menyatakan, penjelasan dan sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terhadap kasus dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Bibit Samad Riyanto-Chandra M. Hamzah tidak tuntas.

"Tindak lanjut dari penjelasan dan sikap dari presiden sama sekali tidak jelas arahnya, bahkan tidak tuntas. Mau dibawa kemana arahnya sulit untuk ditafsirkan," kata Ibnu ketika menanggapi pidato Presiden SBY terkait kasus Bibit-Chandra dan Bank Century di Malang, Selasa.

"Kasus pimpinan KPK nonaktif Bibit-Chandra itu akan dipetieskan atau abolisi, tidak ada penjelasan sama sekali sehingga masyarakat menjadi bingung, padahal kejelasan sikap dari presiden itu ditunggu-tunggu oleh masyarakat luas," katanya.

Menurut Ibnu, pernyataan presiden pada Senin (23/11) tersebut hanya untuk menarik simpati publik. "Sedangkan dibidang hukum, sama sekali tidak ada kemajuan dan tidak ada hal baru yang bisa menuntaskan masalah tersebut dengan cepat," katanya.

Pembenahan di tubuh Polri, KPK, dan Kejaksaan Agung (Kejagung), lanjutnya, juga tidak jelas arahnya."Mestinya presiden mengambil alih peran untuk membenahi Polri dan Kejagung atau presiden membentuk tim untuk pembenahan Polri dan Kejagung, sedangkan KPK tidak ada yang perlu dibenahi," tegas Ibnu.

Ia mengatakan pembenahan dua di tubuh Polri dan Kejagung tidak bisa dilakukan secara internal dari instansi bersangkutan, namun harus dari eksternal, yakni ditangani langsung oleh presiden atau dibentuk tim.

Menyinggung kasus Bank Century yang juga menjadi salah satu pokok bahasan dalam pidato presiden, Ibnu mengatakan, tidak ada kemajuan sama sekali, bahkan sudah sangat terlambat.

"Mestinya sikap presiden terkait Bank Century itu sudah dilontarkan dan dilakukan pada bulan-bulan sebelumnya. Oleh karena itu tidak ada kemajuan dan perkembangan apapun dalam kasus Bank Century," katanya menambahkan.

Dalam penjelasannya tadi malam, Presiden SBY minta agar kasus dua pimpinan KPK nonaktif Bibit-Chandra tidak dilanjutkan ke pengadilan.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009