Amman (ANTARA News/Reuters) - Raja Jordania Abdullah membubarkan parlemen, yang memasuki separuh masa tugasnya, dan menyerukan pemilihan umum dini, demikian laporan stasiun televisi resmi negeri itu, Senin.
Raja Jordania itu mengeluarkan instruksi kerajaan yang memerintahkan pembubaran parlemen, pada Selasa. Lembaga yang dibubarkan itu dipandang banyak pihak sebagai majelis "macan ompong" yang terdiri atas 110 anggota parlemen, kebanyakan dari suku royalis, katanya.
Tak ada alasan yang diberikan mengenai keputusan mendadak Raja Jordania tersebut, tapi majelis itu telah dituduh menangani peraturan secara tak layak dan telah tersiar spekulasi parlemen tersebut mungkin dibubarkan.
Berdasar undang-undang, sebagian besar wewenang berada pada Raja, yang menunjuk pemerintah dan menyetujui peraturan.
Politisi liberal mengatakan tindakan itu dapat mengarah kepada penggantian lebih besar di pemerintah guna mencegah ketidak-puasan rakyat mengenai penyusutan ekonomi setelah bertahun-tahun pertumbuhan, dan tuduhan mengenai suap di kalangan pejabat.
Banyak politikus menuduh pemerintah Perdana Menteri Nader Dahabi salah menangani saat pemerintah menghadapi dampak krisis global mengenai ekonomi yang bergantung pada bantuan dan kenaikan utang masyarakat hingga mencapai tingkat tertinggi.
Raja Abdullah mengharapkan upaya baru AS bagi perdamaian Timur Tengah, dan kebuntuan hubungan Palestina-Israel menimbulkan awan gelap mengenai negara tersebut.
Banyak orang Jordania khawatir negarawan mereka yang berasal dari Palestina akan menetap selamanya di kerajaan itu, jika mereka tak pulang ke wilayah Palestina, dan menentang wewenang politik mereka di Jordania.
Parlemen dipilih pada November 2007 berdasarkan hukum pemilihan umum kontroversial yang mengurangi perwakilan kota besar yang didominasi orang Palestina, yang menjadi kubu kelompok Islami, sehingga menguntungkan daerah pedesaan dan Badui.
Pengaruh kubu Islami di parlemen, yang didominasi oleh keprihatinan lokal calon suku juga dikurangi dalam pemungutan suara keempat banyak pihak sejak kebangkitan kehidupan parlemen setelah kerusuhan 1989.
Pemerintah demi pemerintah telah menyisihkan parlemen dan mengikis prestasi demokratis yang dicapai sejak 1989.
Pemerintah memiliki waktu empat bulan untuk mengumumkan pemilihan umum tapi anggota parlemen mengatakan undang-undang dasar mengizinkan Raja menundanya.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009