oruopJakarta,(ANTARA News) - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan akan mematuhi apapun putusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait penanganan kasus dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Chandra M Hamzah dan Bibit S Rianto.
"Putusan presiden sebagai kepala pemerintahan, akan dipatuhi. Jaksa agung dan Kapolri hanya membantu," kata Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Marwan Effendy, di Jakarta, Senin.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono direncanakan akan mengumumkanpenanganan kasus dua pimpinan KPK nonaktif tersebut pada Senin (23/11) malam, menyusul tim delapan sejak sepekan lalu sudah menyerahkan rekomendasi yang salah satunya kasus tersebut tidak dilanjuti ke pengadilan karena buktinya lemah.
Tim delapan memberikan masukkan untuk menghentikan kasus tersebut, yakni, dengan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), Surat Keterangan Penghentian Penuntutan (SKP2), dan Deponering (penghentian penyidikan demi kepentingan umum).
Kejagung sendiri pernah menyatakan pihaknya bersikukuh kasus kedua pimpinan KPK nonaktif itu, untuk maju ke pengadilan karena sesuai koridor hukum.
Kendati demikian, ia menyatakan dari sisi hukum, pihaknya tetap akan melanjutkan penanganan berkas Chandra M Hamzah dengan batas waktu penentuan sikap apakah lengkap atau tidak lengkapnya sampai Rabu (25/11) mendatang.
"Kewenangan kita (penanganan berkas Chandra M Hamzah) sampai Rabu (25/11)," katanya.
Sebelumnya, Chandra M Hamzah dan Bibit S Rianto, ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan pemerasan dan penyalahgunaan wewenang.
Pemerasan terkait penanganan kasus Direktur PT Masaro Radiokom, Anggoro Widjojo yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus proyek Sistem Radio Komunikasi Terpadu (SKRT) Departemen Kehutanan (Dephut) dengan PT Masaro Radiokom.
Anggoro dinyatakan buron setelah KPK mengeluarkan cegah, namun Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Pol Susno Duadji justru sebaliknya menemui buronan di Singapura.
Dalam penjelasan di Komisi III DPR RI, kabareskrim mengakui pemeriksaan Anggoro Widjojo di Singapura dan mengaku pemeriksaan itu resmi, namun dibantah keras oleh Departemen Luar Negeri (Deplu) yang menyatakan pemeriksaan itu tidak pernah dilakukan di KBRI untuk Singapura.
Sesuai aturan, kalau pemeriksaan itu di luar KBRI Singapura, maka pemeriksaan yang dilakukan tersebut, adalah ilegal.(*)
Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009