Jakarta (ANTARA News) - Wajah Jaksa Agung, Hendarman Supandji saat Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi III DPR RI, awal November 2009 berbinar-binar. Kepada puluhan anggota DPR itu, orang pertama di Kejaksaaan Agung itu menyatakan sangat yakin lembaganya akan berhasil dalam perburuan aset Bank Century yang dilarikan ke luar negeri sebesar Rp11,6 triliun.
Sejumlah kata optimistik meluncur dari mulut Hendarman Supandji untuk meyakinkan anggota dewan, bahwa kejagung masih mampu menyelesaikan persoalan tindak pidana pelarian aset bank itu.
Penyelesaian kasus Century bagi Kejagung penting untuk menaikkan kembali citra lembaga penuntut hukum itu di mata publik, yang saat ini tengah terpuruk dengan kasus penanganan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Chandra M Hamzah dan Bibit S Rianto.
"Nanti uang Bank Century diblokir dan menggunakan MLA (Mutual Legal Assistance) agar bisa kembali ke Indonesia," kata Hendarman.
Untuk sekadar diketahui bahwa kejaksaan dalam menangani kasus Bank Century tersebut, bukan dari sisi "bailout" melainkan dari sisi tindak pidana pelarian aset bank tersebut.
Kendati demikian, Hendarman menyatakan menggunakan instrumen MLA dan StAR Initiatif itu, bisa ditindaklanjuti setelah ada putusan hakim.
"Tersangkanya yang di luar negeri itu bisa ditindaklanjuti melalui MLA. Jadi bisa meminta aparat penegak hukum di sana untuk melakukan pemeriksaan. Pengembalian uang bisa dengan MLA, tetapi proses hukumnya harus dilaksanakan terlebih dahulu," katanya.
MLA merupakan perjanjian kerjasama bantuan hukum timbal balik dengan negara-negara lain, sedangkan StAR Initiatif digagas oleh Bank Dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam pemberian bantuan teknis dan dana untuk pelacakan serta pengembalian aset.
Seperti diketahui, untuk pelarian aset tersebut, kejaksaan sudah menetapkan dua tersangka, yakni, Rafat Ali Rizfi dan Hesyam Al Waraq, para pemegang saham pengendali Bank Century yang statusnya buron.
Ia menjelaskan sesuai dengan ketentuan Pasal 20 Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), perbuatan dalam kasus Bank Century itu bukan hanya pada setiap orang (pelaku), tapi juga korporasi, termasuk pengurus dari korporasi itu.
Jadi, kata dia, tentunya itu adalah korporasi karena hartanya di Hongkong atas nama korporasi.
"Kemudian berdasarkan Pasal 38 UU Tipikor, dapat juga dilakukan pengusutan atas perbuatan yang tidak berada di tempat atau "in absentia". Sekarang Robert Tantular diperiksa sebagai saksi serta beberapa saksi dari pihak Bank Century, nanti akan berkembang," katanya.
Di bagian lain, Hendarman menyatakan bahwa kasus Bank Century ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait soal dugaan korupsi dan kepolisian dari dugaan adanya praktik pencucian uang.
"Karena di dalamnya (kasus Bank Century), tidak menutup ada kekuatan `gurita`, jadi harus ada satu kekuatan (Kejagung dan Polri) untuk melawan monster, yaitu, godzila," katanya.
Paduan kekuatan antara Kejagung dan POlri itu bukan untuk melawan `cicak` (Komisi Pemberantasan Korupsi), katanya.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga akan diajak kerjasama dalam kekuatan "godzila". "Ini untuk membuat terang siapa pelakunya," katanya.
Saksi diperiksa
Upaya mengungkap tindak pidana dalam kasus pelarian aset Bank Century itu, kejaksaan telah melakukan pemeriksaan ke sejumlah pihak yang terkait, seperti, dari Bank Indonesia (BI) dan Departemen Keuangan (Depkeu).
Pihak Bank Indonesia yang diperiksa itu, yakni, Direktur Pengawasan Bank Indonesia, Budi Armanto, Wimboh Santoso (Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan pada BI) dan Hisbullah (Pengawas Bank Senior pada Direktorat Pengawasan Bank I BI).
Tidak luput pula turut diperiksa, yakni, Robert Tantular, mantan pemilik sebagian saham PT Bank Century, yang sudah divonis empat tahun oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Demikian pula, Direktur Utama Bank Mutiara (eks Bank Century), Maryono dan Didi Haryanto (Tim bersama Penanganan Permasalahan Bank Century pada Departemen Keuangan (Depkeu), turut diperiksa.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), Didiek Darmanto, menyatakan, keterangan yang diberikan oleh Maryono dan Didi Haryanto selama pemeriksaan sebagai saksi, antara lain, mengenai implikasi permasalahan surat-surat berharga terhadap keuangan Bank Century, surat-surat berharga yang bersifat unrated (tidak berharga), unisted (tidak terdaftar), kesulitan likuiditas dan solvaditas penyetoran modal pemerintah atau Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) senilai Rp6,7 triliun.
"Serta pendokumentasian aset-aset para tersangka di luar negeri," katanya.
Dikatakan, dari keterangan yang diberikan kedua saksi itu menurut jaksa penyidik sudah cukup. "Namun masih perlu pendalaman dan penajaman dari pemeriksaan saksi-saksi lainnya," katanya.
Dirut Bank Mutiara, Maryono, mengaku pemeriksaan terhadap dirinya itu sebagai saksi untuk membantu Kejagung dalam mengungkap berbagai kasus pidana yang dilakukan pemilik dan manajemen lama Bank Century.
"In Absentia"
Terkait dengan penanganan kasus pelarian aset Bank Century tersebut, Kejagung manargetkan kasus pelarian aset Bank Century Rp11,6 triliun ke luar negeri, akhir Januari 2009 mendatang sudah maju ke pengadilan in absentia.
"Kasus Bank Century masuk dalam kinerja 100 hari presiden," kata Jaksa Agung, Hendarman Supandji.
Hendarman menyatakan sidang tersebut digelar "in absentia" karena dua tersangkanya saat ini buron.
Sementara itu, Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Arminsyah, menyatakan, saat ini penyidikan kasus Bank Century masih mendengarkan keterangan saksi-saksi.
"Kita akan bekerja sama dengan Deplu (Departemen Luar Negeri) dan Depkeu (Departemen Keuangan)," katanya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan "bailout" atau proses pengucuran dana Bank Century Rp6,7 triliun belum terlihat sebagai perbuatan melawan hukum dan merugikan keuangan negara.
"Pengucuran dari LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) atas rekomendasi KKSK (Komite Kebijakan Sektor Keuangan) belum terlihat sebagai perbuatan melawan hukum dan merugikan negara," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Marwan Effendy.
Dikatakannya, pertimbangan pengucuran dana tersebut ada landasan pijakannya, yakni, Perppu Nomor 4 tahun 2008, kemudian pengertian gagal yang berdampak sistemik hingga perlu dikucurkan dan bailout, terhadap perbankan paramaternya tidak diatur.
Tentunya, kata dia, soal berdampak sistemik itu yang mengetahui hanya regulatornya.
"Ketiga, tenggang waktu pengembalian dana itu selama tiga tahun dan dapat diperpanjang, saat ini belum berakhir," katanya. (*)
Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009