Jakarta (ANTARA) - Liverpool sudah diserahi trofi juara Liga Premier
di Anfield, Rabu malam waktu setempat atau Kamis dini hari WIB usai pertandingan melawan Chelsea yang menciptakan thriller delapan gol di mana The Reds menang 5-3.
Ini trofi juara liga yang pertama Liverpool dalam kurun 30 tahun terakhir.
Jelas ini penantian yang sangat lama, dan sudah jelas pula siapa tokoh utama di balik sukses besar Liverpool ini. Dan orang itu adalah pelatihnya sendiri, si Jerman Juergen Klopp.
Kolumnis sepakbola yang juga Chief Football Writer BBC Phil McNulty membedah bagaimana Klopp menjadi otak di balik transformasi Liverpool yang membuat tim raksasa ini menjadi kekuatan menakutkan terutama dalam dua musim terakhir. Dan inilah saduran dari tulisannya dalam laman BBC.
Tatkala Jurgen Klopp untuk pertama kalinya berjalan memasuki Anfield sebagai manajer Liverpool pada 8 Oktober 2015, ada satu pesan sangat penting nan besar dari pernyataannya.
Baca juga: Liverpool tandai penyerahan trofi dengan tundukkan Chelsea 5-3
Baca juga: Liverpool pecahkan rekor juara Liga Inggris tercepat
"Kita harus beralih dari orang yang ragu menjadi orang yang percaya," kata pelatih karismatik itu ketika dia duduk menghadap sorotan kamera dan media seluruh dunia.
Kurang dari lima tahun sejak dia berbicara seperti itu, tak ada lagi yang meragukan Klopp atau pemain-pemainnya.
Bayangkan, dia tak butuh lama untuk mengerek tim asuhannya dari semula posisi ke-10 dalam klasemen saat dia bergabung, untuk merengkuh status juara Eropa untuk keenam kalinya. Dan kini mereka sudah memastikan diri sebagai juara Liga Premier, dan sudah siap menerkam lawan-lawannya nanti pada musim-musim mendatang.
Liverpool dan manajer mereka terpaksa menunggu tiga bulan ekstra untuk dinobatkan sebagai juara liga karena kompetisi harus diinterupsi gara-gara pandemi global virus corona. Namun, anugerah yang mereka peroleh sungguh sebuah penghargaan atas revitalisasi klub dan pendukungnya.
Persona Klopp di mata publik dikenal sebagai si pria tinggi besar yang memiliki pendekatan sentuhan lembut namun bisa meledak tertawa lebar-lebar.
Personanya yang mudah dikenal di medan teknik, dirayakan oleh penampilan gemilang para pemain dan gairah para penggemar.
Begitu banyak hal yang terjadi di balik citra itu dan cerita sukses Liverpool dan Klopp.
Baca juga: Jurgen Klopp si 'dewa' baru Liverpool
Baca juga: Liverpool juara, Ferguson beri selamat Dalglish
Di belakang layar itu, jauh dari pandangan publik, pendekatannya yang cermat dan kecerdasannya dalam menafsirkan metode sepak bola modern dan hal-hal di luar pertandingan, membuatnya sosok yang timbul menjulang di balik kebangkitan spektakuler Liverpool.
Klopp percaya tempat latihan adalah situs di mana perbedaan diciptakan. Di sinilah latihan digembleng di mana ide-ide taktis dicoba dan diuji. Dipadu dengan sejumlah rekrutmen pemain yang spektakuler, itu semua mengantarkan timnya juara Liga Premier 2019-2020.
Setiap sesi direncanakan dengan cermat bersama stafnya sebelum latihan.
Klopp akan menghampiri para pemainnya untuk menguraikan tugas masing-masing pemain secara mendalam. Dia bukan cuma manajer Liverpool, dia juga pelatih Liverpool. Setiap aspek dari setiap hari telah dirancangnya, dan dianalisis secara mendetail.
Saat mempersiapkan pertandingan, dia dengan mengumpulkan informasi sebelum dibedahnya secara rinci. Di dalam Anfield, ini dianggap sebagai keterampilan utama yang membantu mendorong salah satu kualitas terbaiknya, yakni kemampuan mengambil keputusan besar dengan cepat, sebagian besar benar.
Klopp sendiri adalah model untuk perencanaan dan efisiensi yang dia harapkan muncul dari semua orang. Dia sangat tepat waktu dengan segala sesuatu harus berjalan bagaikan jarum jam. Jika rapat direncanakan pukul 10 pagi, maka jam 10 pagi itulah harus dimulai, tak pernah molor. Keberhasilan dirinya dan Liverpool adalah buah dari pribadi amat sangat bersemangat. Kerja keras sang manajer dan semua yang mengitarinya. Seperti yang dia bilang, "Saya 100 persen demi anak-anak (pemain-pemain Liverpool), bersama anak-anak."
Baca juga: Jurgen Klopp merasa hampa setelah Liverpool jadi juara Liga Premier
Baca juga: Komentar saat Liverpool juara Liga Premier setelah 30 tahun
Klopp adalah pemimpin, ahli strategi dan inspirasi. Namun, tentu saja ada tim di belakang dirinya.
Ketika si Jerman itu tiba di Anfield, dia masuk bersama dua sekutu terdekatnya yang sangat dia percayai, yakni Zeljko Buvac dan Peter Krawietz.
Kedua orang kepercayaannya itu sudah menjadi pusat tim manajemen Klopp di Mainz dan Borussia Dortmund.
Dua orang sudah dalam paketnya, ke mana pun Klopp bersarang.
Dalam struktur itu, Buvac si Bosnia-Serbia yang pendiam dikenal sebagai "Otak" karena kefasihannya dalam detail taktis, sedangkan Krawietz si Jerman adalah "Mata" berkat keterampilan analitisnya yang tajam nan hebat.
Namun sayang, hubungan 17 tahun antara Buvac dan Klopp berakhir tiba-tiba pada April 2018, dan ini menciptakan dinamika baru dalam tatanan berlatih Liverpool dan ternyata berujung kepada tingkat kesuksesan baru.
Baca juga: Asisten Klopp akan absen sampai akhir musim
Klopp jelas pemimpin dalam segala hal. Dan Krawietz kini ditemani oleh Pep Ljinders.
Pelatih asal Belanda berusia 37 tahun itu telah membuat Liverpool terkesan karena polesannya di tim U-16 Liverpool sebelum ditarik menjadi pelatih pengembangan tim inti pada 2015.
Tiga tahun kemudian, Ljinders hengkang guna menjadi manajer NEC Nijmegen di Belanda. Ternyata itu cuma tugas singkat dan begitu selesai, Klopp tak ragu menariknya lagi ke Liverpool pada awal musim 2018-2019 untuk mengisi celah yang ditinggalkan Buvac.
Baik Krawietz dan Lijnders adalah asisten manajer. Tidak ada hierarki dan keduanya mengisi peran penting dalam tim Klopp. Krawietz mengelola tim yang terdiri dari empat analis, dengan fokus kepada semua aspek permainan sebelumnya dan mendatang. Ini adalah peran yang begitu integral yang menguatkan sesi latihan dan seleksi tim. Dia berada di tempat latihan setiap hari.
Contoh kemitraan efektif Klopp-Krawietz terlihat ketika keduanya berbalas pesan selama Piala Dunia 2018 di Rusia.
Mereka berdua mempelajari pengaruh besar set-piece, baik saat bertahan maupun menyerang, dan sebuah keputusan pun dibuat untuk lebih inovatif, terutama karena Liverpool kini memiliki senjata mematikan di barisan belakang, yakni si tinggi Virgil van Dijk dan tukang pos alias si pengirim umpan adalah Trent Alexander-Arnold. Fakta kemudian membuktikan semua itu.
Baca juga: Virgil van Dijk bertekad ingin diingat sebagai legenda Liverpool
Baca juga: Cafu prediksi Trent Alexander-Arnold bisa jadi pemain terbaik dunia
Pada musim 2017-2018, Liverpool mencetak 13 gol dan sekaligus kebobolan 12 dari bola mati atau set-piece. Tetapi setelah fokus diubah dan inovasi diciptakan setelah Piala Dunia itu, mereka berubah produktif dan sekaligus sulit sekali dibobol. Angkanya adalah 29 gol dan hanya kebobolan delapan gol pada musim berikutnya, dari set-piece.
Perhatian tercerahkan terhadap detail semacam itu semakin tajam saja setelah pelatih berdedikasi tinggi asal Denmark, Thomas Gronnemark, bergabung dalam tim pelatih usai Piala Dunia di Rusia tersebut sebagai throw-in coach. Sebuah janji pun dirancang untuk memusnahkan sama sekali error dan memaksimalkan pendekatan baru ini selama laga-laga berikutnya.
Namun, Liverpool dan Krawietz bukanlah hubungan majikan dengan budak. Dia dan Klopp masih menginginkan ruang berpikir bebas dan spontanitas di set-piece. Salah satu manifestasinya bisa dilihat dari tendangan penjuru Trent Alexander-Arnold yang membuat Barcelona teperdaya pada di leg kedua semifinal Liga Champions musim lalu.
Krawietz biasanya akan menghabiskan waktu 90 menit untuk membeberkan detail analitis kepada Klopp yang kemudian dipecah menjadi dua pertemuan dalam masing-masing presentasi berdurasi 25-30 menit yang akan disampaikan manajer sehari sebelum timnya berlaga.
Tujuan utama sesi ini adalah agar para pemain Liverpool mengetahui kekuatan lawannya. Tetapi mereka juga meninggalkan ruangan dengan keyakinan lebih besar kepada kemampuan mereka sendiri dalam merusakkan lawan.
Klopp, seperti biasa, adalah pengambil keputusan terakhir, namun analisis yang diberikan oleh Krawietz selalu sangat penting. Begitu juga dengan Lijnders yang memiliki analisis taktis yang tajam.
Dia adalah asisten tradisional yang vokal yang hampir selalu mendampingi Klopp memimpin latihan. Dia juga menjadi penyangga antara departemen non-sepak bola lainnya di Liverpool, menguatkan manajemen operasional dan menyusun jadwal untuk memastikan pemain mendapatkan istirahat yang cukup, memutuskan kapan berlatih dan memaksimalkan kinerjanya.
Di lapangan, Klopp mendapatkan reputasinya setara dengan para pelatih hebat lainnya saat ini di Liga Premier, seperti Pep Guardiola di Manchester City, Carlo Ancelotti di Everton dan Jose Mourinho di Tottenham.
Baca juga: Guardiola pastikan Man City beri Liverpool tepuk tangan penghormatan
Baca juga: Klopp, Mourinho kompak kritik kemenangan City atas sanksi UEFA
Dia juga, hampir tanpa gagal, membuat pemain lebih baik, entah yang didatangkan ataupun yang dipersilakan pergi dari Liverpool.
Kapten Liverpool Jordan Henderson, yang dibeli Kenny Dalglish pada Juni 2011, diragukan hampir sampai saat dia mengangkat trofi Liga Champions di Madrid Mei lalu. Klopp tak pernah goyah. Kini, bentuk dan reputasi main Henderson mencapai babak tertingginya.
Roberto Firmino adalah warisan penting dia lainnya. Didatangkan dari Hoffenheim pada Juni 2015 awalnya diragukan, tapi kini si Brasil ini sudah masuk kategori kelas dunia di bawah asuhan Klopp.
Virgil van Dijk, Mohamed Salah, Sadio Mane dan kiper Alisson - yang semuanya memiliki kualitas pada saat kedatangan - telah menjadi lebih baik di bawah aransemen Klopp.
Baca juga: Henderson dinobatkan pemain Inggris terbaik 2019
Baca juga: Mohamed Salah ingin terus bertahan dan raih banyak gelar di Liverpool
Baca juga: Klopp ungkap "pengakuan dosa" Firmino
Baca juga: Mane tak tahu juara Liga Inggris akan dapat medali
Sejak Klopp datang, bisnis transfer Liverpool dipredikasi hemat. Januari ini, sebelum pesaing-pesaing bergerak, mereka keluarkan 7,5 juta pound guna mendapatkan pemain Red Bull Salzburg Takumi Minamino yang bergabung tepat pada hari pertama bulan itu. Hal sama berlaku saat mengeluarkan 75 juta pound untuk memperoleh Van Dijk dari Southampton. Kesepakatan diumumkan 27 Desember 2017, lalu ditandatangani 1 Januari 2018.
Dan ini sebagian besar disebabkan oleh apa yang disebut orang-orang di belakang layar Anfield sebagai "Holy Trinity" Liverpool. Yakni Klopp, Direktur Olahraga Michael Edwards dan Mike Gordon sang pemilik kedua terbesar klub ini.
Gordon adalah orang kepercayaan pemilik utama klub John W. Henry dan chairman Tom Werner.
Henry lebih sebagai simbol, namun Gordon adalah pemilik yang paling berpengaruh dalam banyak hal karena dia membuat keputusan penting bersama dengan Klopp dan Edwards, entah itu soal membeli pemain, pembaruan atau perpanjangan kontrak, bahkan sampai rekrutmen pelatih akademi muda.
Gordon menjadi penentu akhir untuk proyek-proyek besar, seperti perluasan Anfield Road Stand senilai 60 juta pound agar kapasitas stadion menjadi di atas 60.000, dan fasilitas baru pelatihan senilai 50 juta pound di Kirkby. Tapi dia bukan cuma tukang teken kontrak atau cek. Orang-orang dalam Anfield mengakui otak sepak bolanya yang tajam dan juga visi bisnisnya yang tajam.
Baca juga: Liverpool tak akan sibuk di bursa transfer, ini penjelasan Klopp
Baca juga: Takumi Minamino dan 185 menit yang melempangkan jalannya ke Anfield
Dia merasa harus memperkuat Klopp dan Edwards untuk memastikan operasional sepakbola berkembang pesat. Dia percaya sepenuhnya kepada kedua orang itu. Ketiganya tak lepas berkomunikasi setiap hari. Pesan-pesan WhatsApp beterbangan di antara ketiganya.
Edwards punya timnya sendiri. Klopp pun sudah pasti begitu. Gordon memberdayakan dan membahas sebelum menuntaskan keputusan transfer, dan di situlah letak metode di balik kebangkitan cemerlang Liverpool.
Salah satu contoh klasik tentang bagaimana trisula ini muncul memperlihatkan kekuatannya adalah ketika tur pra-musim 2017 di Hong Kong saat gelandang Philippe Coutinho buka-bukaan merasa tidak bahagia dan ingin pindah ke Barcelona, yang baru saja menjual Neymar ke Paris St-Germain.
Coutinho, terlepas dari kecemerlangannya yang jelas, sebenarnya dianggap oleh beberapa kalangan sebagai pemain yang membuat Liverpool seperti terlalu mengandalkan seseorang saja. Ketika dia tak tampil, seperti saat kalah pada final Liga Europa 2016 melawan Sevilla di Basel, tim secara keseluruhan menderita.
Ketika si Brasil itu akhirnya hengkang pada Januari 2018, ada rencana untuk menyelesaikan dua pembelian pemain yang kemudian paling penting dalam sejarah klub tersebut belakangan ini, yakni menindaklanjuti perburuan Van Dijk yang sudah lama masuk rencana dan kiper Brazil Alisson yang kemudian dihargai 66,8 juta pound dari AS Roma pada Juli 2018.
Coutinho tidak diganti, tetapi akuisisi dilakukan di sektor-sektor lain yang mendorong Liverpool ke levelnya saat ini.
Baca juga: jika inginkan Coutinho, Barcelona harus setor Liverpool 20 juta euro
Pada Februari 2017, Liverpool menyusun daftar bidikan transfernya, termasuk pemain-pemain seperti Julian Brandt dari Bayer Leverkusen dan Christian Pulisic yang menjadi terkenal di Borussia Dortmund dan kini bersama Chelsea. Tetapi nama pemain Roma Mohamed Salah yang justru membuat radar Liverpool kepincut.
Salah pun dibeli dan Klopp sangat senang untuk kemudian memuji habis-habisan penilaian tajam Edwards bahwa Mohamed Salah inilah pemain yang berpotensi mengubah pendulum Liverpool.
Sistem kolegial yang analitis dan tajam seperti inilah yang membuat iri klub-klub elit Eropa dan ini pula yang menjadi episentrum sukses diangkutnya lagi trofi Liga Premier ke Anfield setelah 30 tahun melanglang buana menjauhi markas tersohor Liverpool tersebut.
Klopp tidak hanya membangun untuk saat ini. Dia mengurusi pula masa depannya.
Baca juga: Reaksi Guardiola setelah Liverpool gagal pecahkan rekor 100 poin
Baca juga: Thiago Alcantara akan merapat ke Liverpool
Baca juga: Klopp ajak penyerang Wycombe, Akinfenwa ikut parade juara Liverpool
Editor: Bayu Kuncahyo
Copyright © ANTARA 2020