Kabul (ANTARA News/AFP) - Seorang mantan panglima perang kontroversial Afghanistan yang saat ini menjadi anggota parlemen lolos tanpa luka setelah sebuah ledakan bom menghantam iring-iringannya, Jumat, menewaskan lima dari pengawalnya, kata polisi.

Tidak jelas siapa yang berada di belakang serangan terhadap Abdul Rab Rasoul Sayaf, seorang panglima perang kontroversial dalam perang sipil Afghanistan di era 1990-an.

"Sebuah bom yang diletakkan di tepi jalan diledakkan ketika iring-iringan Sayaf lewat," kata Kepala Polisi Distrik Abdul Razaq kepada AFP.

"Lima dari pengawalnya tewas," katanya, seraya menambahkan bahwa ledakan gagal mengenai kendaraan yang dikendarai oleh Sayaf, yang saat ini menjadi anggota parlemen Afghanistan.

Seorang pengawal yang lain terluka, katanya.

Kementerian Dalam Negeri mengkonfirmasi mengenai ledakan itu namun tidak memberikan penjelasan lain.

Serangan bom itu terjadi satu hari setelah Presiden Afghanistan Hamid Karzai dilantik untuk menjabat sebagai presiden untuk kedua kalinya, dan berjanji untuk mewujudkan kedamaian di negeri itu serta mengambil alih keamanan dari pasukan asing dalam lima tahun.

Sayaf adalah pendukung Karzai selama kasus tuduhan kecurangan dalam pemilihan umum presiden 20 Agustus lalu, yang oleh sebagai rakyat Afghanistan mandatnya dinilai tidak sah.

Sayaf, sekarang adalah sekutu dekat Karzai, memimpin sebuah pasukan swasta untuk melawan kelompok pesaing selama perang sipil Afghanistan 1992-1996 yang menewaskan puluhan ribu warga sipil dan menghancurkan sebagian besar Kabul.

Orang kuat etnis Pashtun itu merupakan pendukung aliansi utar aanti-Taliban antara 1996-2001 hingga pasukan invansi pimpinan AS menggulingkan rejim itu di Kabul. Sayaf memenangkan sebuah kursi di pemilihan umum parlemen 2005.

Kelompok HAM Internasional dan Afghanistan menuduh Sayaf berlaku kejam selama perang sipil.

Karzai yang didukung AS berada di bawah tekanan para pendukungnya di Barat untuk memberantas korupsi dan mengenyahkan para panglima perang dari pemerintahannya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009