secara teknis dan kajian dari para ahli, lokasi Ancol Barat lebih efisien dari sisi pembiayaan maupun dari sisi lingkungan

Jakarta (ANTARA) - Dirut PT MRT Jakarta William Sabandar menjelaskan pengusulan lahan untuk keperluan depo kereta MRT fase II di Ancol Barat sebagai syarat memudahkan pinjaman Badan Kerja Sama Internasional Jepang (Japan International Cooperation Agency/JICA).

William mengatakan MRT Jakarta saat ini sedang mengerjakan proyek fase II-A jurusan Bundaran Hotel Indonesia (HI)-Kota senilai Rp22,5 triliun yang dananya berasal dari talangan JICA.

"Saya melihat dari perspektif korporasi karena bantuan Jepang ini harus dieksekusi, karena kalau tidak punya lahan depo kita akan berhadapan dengan situasi yang sulit," kata William saat rapat kerja dengan Komisi B DPRD DKI Jakarta bersama PT Bank DKI, PT Jakarta Propertindo (Jakpro), dan PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (JAA), Rabu.

Baca juga: Komisi B dalami status kepemilikan HGB Asahimas atas lahan di Ancol

William menjelaskan alasannya memilih lahan di Ancol Barat yang saat ini sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dikuasai PT Asahimas Flat Glass, karena secara teknis dan kajian dari para ahli, lokasi Ancol Barat lebih efisien dari sisi pembiayaan maupun dari sisi lingkungan.

"Ancol Barat luas, ada lahan Asahimas yang akan ditinggalkan karena bukan kawasan industri lagi. Kemudian luas efektifnya bisa dipakai semua," ujar William.

Selain itu, kata dia, dari sisi geometri lahan yang cenderung berbentuk persegi panjang di Ancol Barat dianggap ideal untuk depo dengan daya tampung 32 rangkaian kereta. Bahkan berdasarkan studi kelayakan (feasibility study), lokasi depo di Ancol Barat akan terintegrasi dengan stasiun yang ada kawasan pariwisata Ancol dan Mangga Dua.

Baca juga: Komisi B DPRD DKI klarifikasi lahan Asahimas untuk Depo MRT

"Secara ekonomi, kami akan membantu peningkatan perekonomian warga Jakarta melalui kerja sama dengan Ancol karena di pintu masuk Ancol akan ada stasiun," ucapnya.

Menurutnya, beda halnya dengan pemilihan lokasi depo di Ancol Timur hasil reklamasi. Selain luasnya tidak memadai, lahan di sana juga sulit dijadikan depo karena bentuknya persegi empat.

"Di Ancol Timur lehernya (jalan mengarah ke depo) kecil sekali dan menyulitkan untuk manuver kereta saat masuk ke dalam. Jadi, efektivitas penggunaan lahan tidak terlalu baik. Karena itu, dari sisi kondisi tanah Ancol Barat siap digunakan karena beban tinggi usia sudah 40 tahun. Sementara Ancol Timur perlu soil improvement (perkuatan tanah) karena lahan baru (hasil reklamasi) membutuhkan proses waktu konsolidasi selama 20-40 tahun," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz mengatakan, pihaknya masih mendalami status kepemilikan HGB oleh pihak swasta tersebut. Berdasarkan informasi yang dia dapat, paling cepat masa berlaku HGB lahan itu pada 2022 mendatang.

Baca juga: Pembebasan lahan Depo MRT di Ancol akan mulai dilakukan tahun 2021

Karena HGB akan habis atau habis, Komisi B DPRD DKI Jakarta meminta kepada eksekutif untuk tidak memperpanjang tujuh sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang dikantongi PT Asahimas Flat Glass di Kawasan Ancol Barat, Pademangan, Jakarta Utara. Sebab lahan yang dimiliki oleh PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk itu akan dibangun sebagai depo kereta MRT Jakarta.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020