Brisbane (ANTARA News) - Sikap politik pemerintah Australia dalam masalah krisis kemanusiaan yang menimpa rakyat Palestina di Jalur Gaza akibat aksi brutal militer Israel di Jalur Gaza "sangat mengecewakan", kata Presiden Federasi Dewan Islam Australia (AFIC) Ikebal Adam Patel.

"Mereka (pemerintah Australia-red.) tidak mencoba melihat masalahnya secara adil dan obyektif," katanya kepada ANTARA News yang menghubunginya dari Brisbane, Jumat.

Pemerintah Australia, misalnya, tidak melihat serangan membabi buta militer Israel ke wilayah Jalur Gaza yang telah menewaskan lebih dari seribu orang warga Palestina sebagai "masalah kemanusiaan", katanya.

Patel mengatakan, ia pun belum menerima balasan atas surat tertanggal 31 Desember 2008 yang ia kirimkan kepada Menteri Luar Negeri Australia Stephen Smith berisi kritik AFIC pada "sikap diam" dan keengganan Canberra mengutuk aksi Israel di Gaza.

"Sampai detik ini saya belum menerima balasan dari surat itu," katanya.

Dalam surat tiga halamannya itu, Patel mengeritik standar ganda pemerintah Australia dalam menyikapi isu Palestina, khususnya aksi kejahatan kemanusiaan militer Israel terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza.

Bahkan pemimpin AFIC ini membandingkan sikap berbeda pemerintah Australia pada masalah rakyat Palestina itu dengan dukungan besar Canberra pada rakyat Timor Timur (Timtim).

Dalam kasus Timtim, pemerintah Australia tidak hanya bersedia mengubah kebijakannya selama 25 tahun dan melawan "negara tetangga terbesarnya" (Indonesia).

Pemerintah Australia juga memobilisasi dukungan internasional, melibatkan tentaranya, dan menggunakan uang pajak rakyatnya untuk membantu "kemerdekaan" Timtim. Dukungan tersebut masih terus diberikan kepada rakyat Timtim supaya mereka bisa memimpin sendiri dan mandiri secara ekonomis.

Palestina bukan Timtim. Dalam masalah Palestina, pemerintah Australia total diam.

"Sikap diam Australia di tengah krisis buruk yang menimpa rakyat Palestina ini memekakkan (telinga)," katanya dalam suratnya tertanggal 31 Desember 2008 yang tembusannya dikirimkan ke semua pemimpin partai politik di Australia, Sekjen PBB, dan Sekjen Organisasi Konferensi Islam (OKI) itu.

Patel mengatakan, pemerintah Australia telah mengabaikan fakta bahwa beberapa ribu keluarga Australia punya sanak saudara yang ikut menjadi korban aksi terorisme negara Israel terhadap rakyat Palestina itu.

Komunitas Arab Muslim dan Kristiani sedih dan marah pada apa yang sedang terjadi di tanah tumpah darah mereka saat ini.

"Mereka marah pada pemerintah Australia yang kurang bertindak, berucap maupun menunjukkan sedikit simpati kepada para korban konflik ini. Umat Islam dan Kristiani Australia sepatutnya prihatin dengan keselamatan dan keamanan tempat-tempat suci mereka di Palestina," katanya.

Keprihatinan warga

Warga Muslim Australia prihatin dengan sikap pemerintah Australia yang sering menerapkan standar ganda terhadap isu-isu Timur Tengah, khususnya Palestina, termasuk pada saat ratusan warga sipil Palestina tewas dan ribuan lainnya terluka di tangan militer Israel.

"Australia diam seribu bahasa. Padahal pada saat pemerintah Anda merayakan (60 tahun) berdirinya negara Israel di gedung Parlemen Australia tahun ini, tak tampak cukup inisiatif dari pemerintah (Australia) untuk menggunakan hubungan dekatnya dengan Israel untuk memajukan kerja di tanah rakyat Palestina," katanya.

Di atas semua ini, Patel mengatakan, pihaknya mengakui bantuan keuangan pemerintah Australia baik yang telah diberikan maupun yang telah dijanjikan kepada rakyat Palestina.

Dalam konflik Israel-Hamas ini, Pemerintah Australia membela aksi militer Israel di Jalur Gaza yang dikuasai Hamas. Sebaliknya, Pemerintah Australia menganggap Hamas organisasi teroris. Namun Canberra juga prihatin dengan implikasi buruk yang ditimbulkan konflik kedua pihak terhadap warga sipil di Jalur Gaza dan Israel.

Dalam pernyataan persnya 13 Januari lalu, Menlu Stephen Smith kembali menegaskan sikap politik pemerintah Australia sebagaimana telah disampaikan Perdana Menteri Kevin Rudd dan Wakil PM Julia Gillard.

Sebelumnya, kedua pemimpin Australia ini menyebut aksi Israel di Gaza sebagai hak membela diri dari serangan roket dan mortar Hamas.

Media Australia mencatat bahwa serangan roket Hamas ke wilayah Israel selama lebih dari delapan tahun terakhir diperkirakan hanya menewaskan 19 hingga 21 warga Israel.

Sebaliknya, selama periode waktu yang sama, serangan-serangan militer Israel ke wilayah Palestina menewaskan sedikitnya 3.000 orang.

Dalam aksi militer Zionis Israel di Jalur Gaza yang dilancarkan sejak 27 Desember 2008, sudah lebih dari seribu orang warga Palestina, termasuk anak-anak dan wanita, tewas. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009