"Kita belum bicara soal TDL, belum sampai ke situ," kata Menko Perekonomian Hatta Rajasa di Kantor Menko Perekonomian Jalan Lapangan Banteng Jakarta, Jumat.
Menurut Hatta, hingga saat ini upaya mengalihkan bahan bakar pembangkit listrik dari minyak ke bahan bakar lain masih diupayakan. Bahan Bakar Minyak merupakan komponen biaya terbesar dalam penyediaan listrik.
"Kalau dulu harga minyak hanya 20 dolar AS per barel, tidak masalah bagi PLN, tapi sekarang harganya mencapai 70-80 dolar AS per barel sehingga PLN menjerit," katanya.
Strategi yang ditempuh pemerintah, lanjut Hatta, tidak serta merta dengan menaikkan TDL. Tapi bagaimana melakukan efisiensi biaya dengan mengalihkan bahan bakar ke yang lebih murah sehingga biaya menjadi murah.
Ia menyebutkan, dalam beberapa hari ini, pihaknya bersama Departemen ESDM dan PT PLN intensif membahas penyediaan gas dan batu bara untuk pembangkit listrik.
"Waktu Bontang dieksplorasi, saat itu dijual keluar negeri dan saat itu tidak ada masalah karena pertumbuhan tidak seperti saat ini. Tapi untuk saat ini kalau ada eksplorasi baru harus digunakan untuk menutup kekurangan dan menyesuaikan dengan pertumbuhan permintaan," jelas Hatta.
Menurut dia, tidak mudah untuk memutuskan kenaikan TDL karena harus mempertimbangkan berbagai hal seperti daya beli masyarakat dan dampaknya ke inflasi.
Hatta mengakui, dibanding dengan negara-negara tetangga TDL di Indonesia termasuk yang paling murah.
Berdasar data 2007, harga listrik untuk industri di Indonesia sebesar Rp621 per Kwh sementara di Thailand Rp812, Malaysia Rp699, Filipina Rp1.551. dam Singapura Rp1.143 per Kwh.
"Di Malaysia, harga listrik mengalami kenaikan rata-rata 12 persen pada 2008," katanya.
Sementara untuk rumah tangga, harga listrik di Indonesia hanya Rp518 per Kwh sementara di Thailand Rp782, Malaysia Rp829, Filipina Rp848, dan Singapura Rp1.453 per Kwh.
Hatta mengakui hingga saat ini Indonesia masih menghadapi kondisi darurat energi listrik sehingga harus segera diatasi.
"Sekarang masih kondisi darurat listrik. Selain ada shortage (kekurangan pasokan) juga harus mengejar pertumbuhan penyediaannya," katanya.
Menurut dia, masalah tersebut harus dapat diselesaikan secepatnya sehingga tidak mengganggu perkembangan perekonomian nasional.
"Harus cepat diselesaikan, dalam enam bulan ke depan harus selesai," katanya. (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009