... yang dihadapi PRT saat ini bukan semata masalah ketenagakerjaan, tetapi juga masalah kemanusiaan. Sehingga negara harus hadir...
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat, mengatakan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) merupakan wujud legislasi yang sesuai UUD 1945.
"Konstitusi kita melarang semua bentuk penjajahan terhadap rakyat dalam bentuk apapun dan oleh siapapun. Negara harus hadir dan menjamin seluruh rakyatnya khususnya hak atas kebebasan," ujar dia, dalam forum diskusi virtual Denpasar 12 yang digelar di Jakarta, Rabu.
Ia menilai politik legislasi Indonesia seharusnya menyandarkan diri pula pada tujuan bernegara pada alinea keempat pembukaan UUD 1945, yakni melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan perdamaian dunia.
Produk legislasi berdasarkan pada melindungi, memajukan kesejahteraan, dan mencerdaskan bangsa dalam situasi Kedudukan Pekerja Rumah Tangga adalah RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
Baca juga: Baleg DPR sepakati RUU Perlindungan PRT jadi usul inisiatif
Sebab, Pekerja Rumah Tangga adalah bagian tidak terpisahkan dari kehidupan, tatanan, baik itu bagian dari nilai dan struktur sosial ataupun bagian budaya Indonesia.
"Mayoritas kehidupan rumah tangga Indonesia akan lumpuh jika tidak mendapatkan dukungan dari para pekerja rumah tangga. Para PRT ini bagian paling penting dari sebuah rumah tangga. Bagi saya pribadi, saya sangat bergantung pada para PRT dan mereka adalah bagian dari keluarga kita," kata dia.
Namun ironisnya, PRT justru sering terlupakan bahkan mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan, mendapat perlakuan tidak manusiawi, dan bahkan perlakuan melanggar hak hidup dan hak asasi manusia.
Baca juga: Seorang pembantu rumah tangga tewas lompat dari lantai ruko
Ia mengajak para pelaku politik di Tanah Air melihat kembali pasal 28 UUD 1945 yang mengharuskan seluruh elemen bangsa, termasuk lembaga negara dan masyarakat, untuk tidak mengingkari hak-hak rakyat, termasuk PRT.
Karena hingga saat ini belum ada udang-undang yang mengatur tentang PRT. Padahal, menurut data World Bank 2017, jumlah PRT di Indonesia saat ini sekitar 4.000.000 orang. Dengan jumlah itu, satu PRT melayani kurang lebih lima anggota keluarga.
Namun, hak-hak para Pekerja Rumah Tangga kerap dianggap sebelah mata, terutama di masa pandemi Covid-19.
Baca juga: Perekrutan daring PRT membuat pekerja rentan dieksploitasi
Menurut anggota Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Theresia Iswarini, PRT saat pandemi Covid-19 tidak memiliki akses pelayanan kesehatan dan harus menyediakan peralatan kesehatan sendiri.
Ia juga mengungkapkan PRT tidak memiliki akses bantuan sosial, terutama bagi yang tidak memiliki KTP.
Sementara tuntutan kerja tidak berubah kepada mereka selama masa pandemi Covid-19. Mereka juga rentan kehilangan pekerjaannya atau berkurangnya upah karena pembatasan jarak sosial.
Jika demikian, kata Iswarini, dana untuk makan dan membayar kontrakan akan berkurang, dan PRT juga rentan terlilit utang.
Baca juga: Seribu PRT akan surati Presiden Jokowi
Mengingat hal tersebut, dia menilai RUU Perlindungan PRT sangat mendesak untuk disahkan. Terlebih RUU yang diajukan sejak 2004 atau 16 tahun lalu itu kini masuk dalam jajaran RUU Program Legislasi Nasional Prioritas 2020.
Ia meminta agar RUU itu tidak lagi mandek karena berbagai studi sudah dilakukan, bahkan sampai ke negara lain pun sudah, kata Rini.
Hal itu dilakukan karena nasib para PRT hingga saat ini rentan terhadap eksploitasi, pelecehan seksual, kekerasan, bahkan penyekapan. "Jadi yang dihadapi PRT saat ini bukan semata masalah ketenagakerjaan, tetapi juga masalah kemanusiaan. Sehingga negara harus hadir," kata dia.
Baca juga: Polisi tangkap majikan penyetrika pembantu rumah tangga
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020