Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Universitas Brawijaya (UB) Malang mengukuhkan dua profesor baru sekaligus, yakni Prof Dr Agus Suryanto dari Fakultas Pertanian (FP) dan Prof Ir Hadi Suyono dari Fakultas Teknik (FT), Rabu.
Prof Dr Agus Suryanto dikukuhkan sebagai Profesor dalam Bidang Ilmu Ekologi Tanaman ini merupakan profesor aktif ke-43 dari FP, sedangkan Prof Hadi Suyono dikukuhkan sebagai profesor dalam Bidang Ilmu Rekayasa Sistem Daya dan Kecerdasan Buatan ini merupakan profesor aktif ke-15 dari FT.
Keduanya masing-masing sebagai profesor aktif ke-186 dan ke-187 serta profesor ke-263 dan ke-264 dari seluruh profesor yang telah dihasilkan oleh UB.
Dalam pidato ilmiah pengukuhan profesor yang berjudul "Strategi Peningkatan Efisiensi Konversi Energi Matahari pada Sistem Produksi Pertanian melalui Pengelolaan Pola Tanam" itu, Prof Agus mempertanyakan apakah pola tanam dalam budi daya pertanian yang diterapkan selama ini sudah tepat, efisien, dan produktif, dalam mengonversi energi matahari menjadi biomas, khususnya pada tanaman pangan.
Baca juga: Universitas Brawijaya kukuhkan dua profesor pertanian sekaligus
Baca juga: Kementan kukuhkan tiga Profesor Riset
Menurut Agus, Indonesia sebagai negara agraris, kaya akan cahaya matahari. Produksi tanaman pertanian seharusnya tidak hanya mengandalkan input sarana produksi buatan seperti pupuk kimia, namun lebih memanfaatkan cahaya matahari yang berlimpah.
Produktivitas tanaman pertanian sangat dipengaruhi oleh kemampuan tanaman dalam mengonversi energi matahari menjadi energi kimia melalui proses fotosintesis. Hanya saja konversi energi matahari menjadi energi kimia, efisiensinya sangat rendah, yaitu hanya sekitar 2 persen.
Nilai Efisiensi Konversi Energi (EKE) yang rendah ini disebabkan oleh berbagai hal, antara lain pemantulan dan penerusan energi matahari yang jatuh pada tajuk tanaman, penggunaan sebagian energi matahari untuk transpirasi dan pembongkaran kembali hasil fotosintesis dalam proses respirasi, dan sistem budi daya tanaman yang kurang tepat, sehingga energi matahari tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal.
Pemanfaatan energi matahari untuk peningkatan produksi tanaman budi daya akan menjadikan produksi tanaman pertanian efisien, berlanjut (sustainable), aman dan sehat, serta ramah terhadap lingkungan pertanian.
Baca juga: Unsoed perkenalkan rekayasa ekosistem tingkatkan produksi pertanian
Baca juga: Mesin penyimpan inovasi Balitbangtan jadikan cabai tahan 30 hari
Sementara itu, Prof Hadi Suyono pidato ilmiah pengukuhan "Strategi Percepatan Integrasi Pembangkit Energi Baru dan Terbarukan pada Sistem Tenaga Listrik di Indonesia" mengemukakan pentingnya implementasi dan pengembangan injeksi dan integrasi pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) dalam sistem tenaga listrik untuk mengurangi penggunaan pembangkit fosil yang telah memberikan dampak lingkungan kurang baik.
Kebutuhan akan energi listrik baik di dunia global dan di Indonesia pada setiap tahunnya mengalami peningkatan seiring peningkatan dan perbaikan ekonomi global. Secara global, konsumsi energi listrik dunia pada tahun 2018 meningkat sekitar 3,5 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dengan kenaikan rata-rata per tahun 3,1 persen sejak tahun 2000.
Peningkatan konsumsi energi listrik juga terjadi di Indonesia. Pada akhir tahun 2018 terjadi peningkatan sebesar 5,1 persen dibandingkan tahun 2017, dengan peningkatan rata-rata per tahun sebesar 6,2 persen sejak tahun 2000.
Namun demikian, sumber energi listrik terbesar masih disuplai oleh pembangkit dengan bahan bakar fosil, yaitu batu bara, minyak bumi, dan gas alam.
"Penggunaan bahan bakar fosil ini telah memberikan dampak lingkungan dengan adanya pencemaran udara, air, dan dihasilkannya berbagai gas emisi yang menyebabkan gas emisi rumah kaca (global warming)," ujarnya.
Baca juga: Sukses program B30, Pemerintah lanjut ke B40
Baca juga: Pemerintah siapkan energi alternatif pengganti elpiji
Baca juga: Kejar target bauran energi, pemerintah optimalkan peran gas bumi
Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020