Jakarta (ANTARA) - Olahraga bersepeda telah menjadi tren baru masyarakat, termasuk di sejumlah daerah di Indonesia, saat pandemi COVID-19.

Saat hari libur, rombongan peseda banyak memenuhi jalan raya. Akan tetapi terdapat kabar bohong seiring tren bersepeda itu, yakni kabar yang menyebutkan bahwa bersepeda tidak boleh menggunakan masker. Kabar tersebut dibantah oleh dr Henry Suhendra, SpOT, dari tim dokter Sports, shoulder and spine clinic Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk, Jakarta.

"Sekarang banyak berita yang simpang siur, yang mengatakan bahwa bersepeda dengan menggunakan masker, lalu tiba-tiba tergeletak tidak sadarkan diri. Itu tidak benar," ujar Henry, di Jakarta, awal pekan lalu.

Dia menegaskan kabar tersebut tidak benar. Penggunaan masker tidak mempengaruhi jumlah oksigen yang masuk ke dalam tubuh, sehingga tidak memiliki dampak terhadap kesehatan tubuh.

Justru jika tidak menggunakan masker, akan berdampak pada penularan COVID-19 yang semakin masif. Menurut dia, kabar tidak benar atau hoaks tersebut membuat banyak pesepeda melakukan aktivitas tidak menggunakan masker. Hal itu tentu saja berbahaya dilakukan saat pandemi COVID-19.

"Bisa jadi pesepeda yang jatuh tergeletak beberapa waktu lalu dan beritanya sempat heboh, dikarenakan ada riwayat penyakit jantung," kata dia.

Untuk itu, dia mengimbau masyarakat yang melakukan aktivitas bersepeda untuk memeriksakan dirinya terlebih dahulu ke dokter. Jika ternyata memiliki gangguan pada jantung, bersepeda justru memperburuk keadaan.

"Sebaiknya diperiksa terlebih dahulu. Jangan ikut-ikutan. Ada kelainan jantung enggak? Ada yang bilang serangan jantung tiba-tiba, padahal sebenarnya sudah memiliki riwayat penyakit, tapi tidak tahu," kata dia.

Aktivitas bersepeda, lanjut dia, terlihat menggiurkan, apalagi jika dilakukan dalam rombongan atau bersama-sama. Banyak pesepeda pemula yang ikut-ikutan dan memaksakan diri. Padahal setiap orang memiliki batas kemampuannya masing-masing.

"Jangan memaksakan diri mengikuti rombongan jika tidak sanggup," ujar dia.

Anggota tim dokter Sports, shoulder and spine clinic RS Siloam Kebon Jeruk lainnya, dr Phedy SpOT-K, menyarankan agar masyarakat yang hendak melakukan kegiatan bersepeda untuk melakukan pemanasan terlebih dahulu.

Pemanasan dilakukan secara bertahap dan untuk pemula disarankan tidak berpeseda dengan jarak yang jauh. Ambil jarak yang dekat untuk tahap awal.

"Tidak bisa langsung cepat, perlahan-lahan dulu. Saya lihat banyak yang mengabaikan kegiatan pemanasan tersebut dan langsung bersepeda," kata Phedy.

Ia menguraikan olahraga tanpa pemanasan ibarat karet dingin yang ditarik dan bisa mengakibatkan risiko yang tidak diinginkan. Idealnya sebelum berolahraga dimulai dari tempo yang lambat dahulu.

Jika mengalami cedera, ia meminta masyarakat tidak menahan diri untuk ke rumah sakit. Masyarakat tidak perlu khawatir ke rumah sakit, karena rumah sakit menerapkan protokol pencegahan COVID-19.


Pemanasan

Direktur Slim and Health Sports Center Jakarta dr Michael Triangto, SpKO mengatakan sebelum bersepeda keluar rumah, pesepeda harus senantiasa melengkapi tubuh dengan pelindung kepala, masker yang sesuai, pelindung untuk mata, siku dan lutut, pakaian yang sesuai untuk bersepeda, termasuk kaos kaki dan sepatu bersepeda.

"Harus mengenakan masker. Tidak ada bedanya oksigen yang masuk antara yang mengenakan masker dan yang tidak," ujar Michael, menjelaskan.

Hal lain yang perlu diperhatikan saat bersepeda adalah selalu membawa minuman dan disinfektan sendiri agar senantiasa dapat membersihkan tangan di saat-saat hal itu diperlukan.

"Perlu diperhatikan tinggi sadel yang tepat agar tidak mengalami gangguan pada daerah sendi lutut," kata Michael.

Selain itu, menurut dia, sebelum bersepeda, seseorang harus menentukan terlebih dahulu tujuan dari kegiatan itu.Misalnya jika aktivitas bersepeda itu diniatkan untuk menjaga kesehatan, tentunya harus mencapai gol, yang mana tingkat kesehatan pelakunya harus menjadi lebih baik dari pada sebelum memulai olahraga bersepeda. Dengan catatan pesepda itu tidak boleh memaksakan diri.

Berolahraga bersepeda juga harus memiliki program latihan yang jelas, memiliki frekuensi latihan, intensitas, lama latihan (150 menit per minggu) dan jenis latihan (aerobik dan anaerobik).

"Tanpa keberadaan program itu, maka bersepeda tersebut hanya merupakan aktivitas fisik dan bukan merupakan olahraga, melainkan sebagai alat transportasi semata," kata dia, menegaskan.

Bersepeda juga merupakan salah satu olahraga yang berjenis aerobik yang sangat baik untuk menjaga kesehatan tubuh dan dapat membantu mengatasi berbagai penyakit, seperti hipertensi, diabetes melitus, gangguan lemak tubuh, asthma, selama dilakukan dalam program yang benar, juga sesuai dengan kondisi kesehatan dan kemampuan saat itu.

Sedangkan untuk jenis anaerobiknya, dilakukan secara terpisah yang artinya dilakukan di tempat gym.

"Saat ini kita juga dimungkinkan untuk melakukan jenis latihan anaerobik tadi bersama dengan sepeda, sehingga kita tidak menyia-nyiakan waktu berada di luar yang saat ini sangat berharga," ujar Michael.

Baca juga: Gugus tugas: bersepeda jaga jarak 20 meter di tengah pendemi COVID-19

Olahraga anaerobik sendiri sangat baik bagi mempertahankan dan meningkatkan kebugaran tubuh, sehingga akan mampu melakukan aktivitas sehari-hari dan juga aktivitas fisik yang lebih berat tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan.

Baca juga: Ini kata dokter, bersepeda tingkatkan denyut nadi

Pada latihan anaerobik, ujar Michael, akan melatih otot-otot tubuh yang disesuaikan dengan kemampuan tubuh yang artinya tidak boleh dilatih secara berlebihan. Latihan otot-otot itu sendiri bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bersepeda dan bagi kehidupan sehari-hari.
Baca juga: Bersepeda di masa normal baru, sekedar gaya atau demi cegah COVID-19?

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020