Surabaya (ANTARA News) - Komisi Yudisial (KY) menyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak perlu membentuk Komisi Negara untuk reformasi bidang peradilan seperti direkomendasikan Tim Verifikasi Fakta dan Proses Hukum Kasus Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah atau Tim Delapan.

"Saya pikir, Presiden tidak perlu membentuk Komisi Negara atau lembaga baru lagi. Dimaksimalkan saja lembaga-lembaga yang sudah ada itu," kata staf ahli KY, Hermansyah, di Surabaya, Kamis.

Menurut dia, Mahkamah Agung (MA) sudah punya KY, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) memiliki Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), dan Kejaksaan Agung (Kejakgung) juga mendapatkan pengawasan dari Komisi Kejaksaan.

"Sayangnya lembaga-lembaga itu memiliki kewenangan terbatas. Daripada membentuk lembaga baru lagi, lebih baik peran dan kewenangan komisioner diperkuat," katanya saat ditemui di sela-sela seminar hukum yang diselenggarakan Jaringan Masyarakat Sipil Jatim untuk Peradilan itu.

Ia mengaku, sudah lama KY melakukan pemberantasan mafia peradilan. Bahkan, beberapa kali pula memberikan rekomendasi kepada MA mengenai investigasi terkait adanya pelanggaran yang dilakukan oleh para hakim.

"Tetapi tidak banyak rekomendasi itu yang dijalankan. Oleh sebab itu, lembaga-lembaga seperti kami ini dibuat tak berdaya," katanya seraya membeberkan, dari 6.000 laporan terkait pelanggaran peradilan, hanya satu hakim yang diberhentikan secara tidak hormat oleh MA.

Oleh sebab itu, lanjut dia, untuk memperkuat peran dan kewenangan, lembaga seperti KY, Kompolnas, dan Komisi Kejaksaan perlu disinergikan.

"Kalau lembaga-lembaga komisioner itu bersatu, maka akan memiliki kekuatan sehingga tidak hanya mengeluarkan rekomendasi," kata Hermansyah.

Selama ini KY hanya bertugas merekrut dan mengusulkan hakim agung. Selain itu KY juga mendapat kepercayaan dari Presiden untuk mengawasi kinerja sekitar 6.900 orang hakim di Indonesia.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009