"Yang bersangkutan dipanggil sebagai tersangka," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Supian telah ditetapkan sebagai tersangka pada 1 Februari 2019, namun KPK belum menahan yang bersangkutan.
Baca juga: KPK tetapkan Bupati Kotawaringin Timur sebagai tersangka korupsi penerbitan IUP
Dalam kasus ini, diduga tersangka Supian menerbitkan Surat Keputusan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi seluas 1.671 hektare kepada PT Fajar Mentaya Abadi (FMA) yang berada di kawasan hutan.
Padahal Supian mengetahui bahwa PT FMA belum memiliki sejumlah dokumen perizinan, seperti izin lingkungan/AMDAL dan persyaratan lainnya yang belum lengkap.
Diduga kerugian keuangan negara pada perkara ini sekitar Rp5,8 triliun dan 711 ribu dolar AS.
Kerugian itu dihitung dari eksplorasi hasil pertambangan bauksit, kerusakan lingkungan, dan kerugian kehutanan akibat produksi serta kegiatan pertambangan yang dilakukan PT Fajar FMA, PT Billy Indonesia (BI), dan PT Aries Iron Mining (AIM).
Selain itu, Supian juga diduga menerima mobil Toyota Land Cruiser senilai Rp710 juta, mobil Hummer H3 senilai Rp1,35 miliar, dan uang Rp500 juta dari penerbitan izin tersebut.
Supian disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: KPK geledah rumah di Tanjungpinang kasus Bupati Kotawaringin Timur
Baca juga: Bupati Kotawaringin Timur terima mobil dan uang dari korupsi penerbitan IUP
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020