Brisbane (ANTARA) - Australia menyatakan rasa terima kasih kepada Indonesia atas bantuan dan kesabarannya bekerja sama menangani para pencari suaka Sri Lanka yang lebih dari tiga pekan bertahan di Kapal "Oceanic Viking" sebelum mereka meninggalkan kapal menuju Tanjung Pinang, Rabu.

"Pemerintah Australia menyambut baik realisasi kesepakatan antara Perdana Menteri (Kevin Rudd) dan Presiden RI bahwa semua orang yang diselamatkan 18 Oktober lalu diturunkan di Indonesia," kata Menteri Dalam Negeri Australia Brendan O`Connor.

Dalam penjelasan kepada pers berkaitan dengan kesediaan 56 orang warga Sri Lanka menyusul keputusan 22 orang rekan mereka yang sudah terlebih dahulu meninggalkan "Oceanic Viking" 13 November itu, O`Connor mengatakan, pemerintah Australia menyampaikan terima kasih kepada pemerintah RI.

"Pemerintah Australia berterima kasih kepada Pemerintah RI atas bantuannya dalam disembarkasi dan kesabarannya bekerja sama dengan kami menyelesaikan masalah yang kompleks dan menantang ini," katanya.

Ke-78 orang warga Tamil Sri Lanka yang bermaksud mencari suaka ke Australia itu ditempatkan sementara waktu di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, untuk menjalani proses penelitian Komisi Tinggi Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) dan Organisasi Migrasi Internasional (IOM).

Di antara 56 orang pencari suaka yang akhirnya bersedia meninggalkan kapal Bea Cukai Australia yang selama lebih dari tiga pekan lego jangkar sekitar 10 mil dari pantai Pulau Bintan itu adalah lima orang wanita dan lima anak-anak.

Sehari sebelumnya, Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Provinsi Kepulauan Riau I Gede Widiatha mengatakan, 78 orang warga Tamil Sri Lanka ini hanya sementara waktu ditahan di Rudenim yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani kota Tanjung Pinang itu.

Mereka diberi waktu selama empat minggu, enam minggu dan 12 minggu tinggal di Rudenim itu, katanya.

Celaan

Kesediaan Indonesia menampung para pencari suaka asing di Rudenim tidak dengan sendirinya bebas dari celaan. Celaan atas kondisi Rudenim Tanjung Pinang itu misalnya digaungkan "The Weekand Australian" pekan lalu mengutip pernyataan seorang imigran gelap asal Afghanistan yang menghuni pusat penahanan tersebut.

Menurut suratkabar "The Australian" edisi akhir pekan itu, warga Afghanistan yang tidak disebutkan namanya itu bahkan menganggap kondisi pusat penahanan imigrasi Tanjung Pinang tidak pantas bagi binatang apalagi manusia.

Celaan yang sama sebelumnya juga dilayangkan warga Australia yang menginginkan pemerintahnya menerima kedatangan para pencari suaka Sri Lanka yang tertahan di Kapal "Oceanic Viking".

Dalam suratnya yang diterbitkan "The Weekend Australian" edisi 31 Oktober- 1 November, warga Australia asal Corinda, Queensland, Jay Esslingen, menggambarkan kondisi pusat penampungan para pengungsi yang dimiliki Indonesia itu tak manusiawi dan bahkan tak pantas bagi binatang.

Perdebatan Politik

Drama penolakan para pencari suaka Sri Lanka untuk dipindahkan dari Kapal "Oceanic Viking" ke Rudenim Tanjung Pinang itu sempat memicu perdebatan publik dan politik antara kubu pemerintah dan oposisi di Australia.

Berlarutnya drama penolakan 78 orang warga Tamil Sri Lanka dan tak kunjung berhentinya serbuan perahu-perahu pengangkut pencari suaka ke perairan Australia memicu penurunan popularitas pribadi PM Kevin Rudd sebagaimana tercermin dari hasil survei publik yang diterbitkan berbagai media negara itu baru-baru ini.

Sejak September 2008, Australia terus diganggu kedatangan ribuan orang pencari suaka asal sejumlah negara yang didera perang, seperti Afghanistan dan Sri Lanka. Dalam pelayaran ke Australia itu, beberapa perahu pengangkut pencari suaka tersebut dilaporkan bocor dan tenggelam.

Pada 1 November, misalnya, sebuah perahu berpenumpang 39 orang yang diduga pencari suaka asal Sri Lanka tenggelam di perairan sekitar 640 kilometer barat laut Pulau Cocos Australia. Dalam kecelakaan itu, 27 orang selamat dan 12 orang lainnya tewas.

Dalam menyikapi isu kedatangan ribuan pencari suaka ke negaranya, PM Rudd melihat "faktor-faktor keamanan global" sebagai pendorong munculnya kasus-kasus baru para pencari suaka ke Australia sedangkan kubu oposisi menuding perubahan kebijakan pemerintah federal Australia sebagai pemicunya.

Pada era pemerintahan PM John Howard, Australia menerapkan kebijakan "Solusi Pasifik", yakni para pencari suaka yang tertangkap di perairan negara itu dikirim ke Nauru. Mereka yang dianggap pantas, diberi visa proteksi sementara.

Setelah pemerintahan beralih ke Partai Buruh Australia, kebijakan "Solusi Pasifik" dan "visa proteksi sementara" ini kemudian dihapus.

Sebagai penggantinya, pemerintahan PM Rudd sepenuhnya memberdayakan keberadaan pusat penahanan imigrasi di Pulau Christmas dan memberikan visa residen tetap bagi para pencari suaka yang telah menjalani pemeriksaan dan mendapatkan status pengungsi.

Setiap tahun Australia menerima sedikitnya 13.500 orang pengungsi.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009