Jakarta (ANTARA News) - Greenpeace menyurati Presiden Susilo Bambang Yusdhoyono (SBY) terkait kasus pemulangan sejumlah aktivis asing oleh Imigrasi Riau dan tekanan yang dilakukan pihak kepolisian di Semenanjung Kampar Desa Teluk Meranti, Kecamatan Meranti, Kabupaten Pelalawan.
"Kami menyurati Presiden untuk melaporkan kasus yang terjadi di Semenanjung Kampar Desa Teluk Meranti, Kecamatan Meranti, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau," kata Perwakilan Greenpeace Asia Tenggara untuk negara Indonesia, Nur Hidayati di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan hal itu menyusul adanya tekanan terhadap aktivis Greenpeace baik dari aparat kepolisian maupun perusahaan pascaaksi penyegelan terhadap tujuh unit alat berat milik PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) yang mereka lakukan di kawasan hutan rawa gambut Semenanjung Kampar (Kampar Peninsula) pada Kamis (12/11) lalu.
Aksi tersebut juga berbuntut pada pemulangan 15 warga negara asing dimana 13 diantaranya adalah aktivis Greenpeace dan dua lainnya adalah jurnalis ke negaranya masing-masing oleh Imigrasi Riau.
Pemulangan tersebut dilakukan oleh Imigrasi Riau dengan alasan para warga negara asing tersebut tidak memiliki izin kegiatan dan peliputan di Riau.
Bahkan, tekanan tersebut juga mengakibatkan terhentinya aksi para aktivis Greenpeace di kamp perlindungan hutan di Semenanjung Kampar.
"Padahal kamp tersebut kami dirikan untuk melindungi hutan di Semenanjung Kampar yang kami nilai telah rusak karena kegiatan perusahaan," katanya.
Untuk itu, Greenpeace ingin Presiden SBY mengetahui kondisi yang sebenarnya yang telah terjadi di Semenangjung Kampar Riau.
"Kami ingin presiden mengetahui bahwa telah terjadi kebijakan yang bertolak belakang dengan komitmen Presiden untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang dilakukan oleh jajarannya," kata Nur Hidayati.
Dengan adanya surat itu, Greenpeace berharap Presiden SBY dapat bertindak tegas dalam menyikapi kasus di Semenanjung Kampar dan tidak membiarkan adanya kebijakan yang bertentangan dengan komitmennya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
"Jika presiden berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, maka kebijakan jajaran di bawahnya termasuk diantaranya memulangkan aktivis Greenpeace adalah bertentangan dengan tujuan SBY," katanya.
Ia mencontohkan Menteri Kehutanan pernah mengeluarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT), memberi izin pada 14 perusahaan di Riau, yang sebagian besar dimiliki oleh APP ( Asia Pulp and Paper, Sinar Mas Group) untuk membabat lebih dari 100.000 hektare hutan untuk kepentingan industri pulp and paper.
"Padahal pada pertemuan G-8 di Jepang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah mengusung komitmen bahwa Indonesia akan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 50 persen pada tahun 2009 dan 75 persen pada 2012," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009