Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendesak Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) mendesak menyelesaikan penyebab konflik agraria antara PTPN II dengan masyarakat petani di Desa Simalingkar A, Desa Durin Tunggal, dan Desa Namu Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo di Jakarta, Selasa, mengatakan penerbitan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 171/2009 yang diberikan kepada PT Perkebunan Nusantara II (PTPN II) untuk menguasai lahan seluas 854,26 hektar telah menyebabkan konflik agraria dan perlu dicabut.
"Kementerian ATR juga harus menyelesaikan konflik agraria seluas 557 hektar antara PTPN II dengan masyarakat petani di Desa Sei Mencirim, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara," kata dia.
Kedua konflik agraria yang telah berlangsung sejak tahun 1975 di lahan 854,26 hektar dan 557 hektare itu kata dia, harus segera diselesaikan.
"Sangat ironis, menjelang 75 tahun kemerdekaan bangsa Indonesia masih dihadapi konflik agraria antara negara dengan rakyat," kata Bamsoet saat menerima perwakilan Serikat Petani Simalingkar Bersatu (SPSB) dan Serikat Tani Mencirim Bersatu (STMB), di Ruang Kerja kerjanya.
Mantan Ketua DPR RI ini menjelaskan dari laporan yang disampaikan SPSB dan STMB diketahui bahwa tanah pertanian yang menjadi sumber konflik agraria tersebut pada masa pra kemerdekaan awalnya dikuasi orang-orang Belanda melalui mascapai Deli Kuntur.
Kemudian, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Tahun 1945 menyebabkan orang-orang Belanda pergi, masyarakat kemudian mengambil alih untuk tempat tinggal dan bertani.
Presiden Soekarno melalui UU Pokok Agraria No. 5 tahun 1960 mengambil alih aset-aset yang dikuasi Belanda untuk kemakmuran rakyat.
Selanjutnya pada 1975, Pemerintahan Orde Baru melalui Badan Pertanahan Nasional dan Menteri Dalam Negeri mengeluarkan SK untuk PTPN II (saat itu bernama PTPN IX) untuk mengelola lahan pertanian tersebut, dari situlah awal mula terjadinya konflik agraria negara dengan masyarakat.
Saat ini, menurut dia pemerintah provinsi Sumatera Utara dibawah kepemimpinan Gubernur Edy Rahmayadi menjadi leading sector yang menangani konflik agraria tersebut.
"DPR RI dan pemerintah pusat juga harus turun tangan, karena masalah yang dihadapi tak mudah, namun juga tak sulit. Kuncinya dibutuhkan keberpihakan terhadap rakyat," ucap Bamsoet.
Mantan Ketua Komisi III DPR RI yang menangani masalah Hukum, HAM, dan Keamanan itu juga mendorong Kepolisian untuk menangani konflik agraria ini secara persuasif.
Menurut Bamsoet jangan sampai ada kesan aparat menggunakan kekerasan untuk mengusir rakyat dari lahan dan rumah yang selama ini telah mereka tempati.
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020