Jakarta, (ANTARA News) - Pengamat politik dari Fisip Universitas Indonesia (UI) Arbni Sanit mengemukakan, klaim-klaim keberhasilan akan semakin marak menjelang Pemilu 2009 sebagai salah satu cara untuk meraih simpati publik.

"Walaupun klam-klaim itu lazim tetapi tidak ada dasarnya dan sering kali berbalik dengan kenyataan sebenarnya," katanya dalam dialektika demokrasi bertema "Penurunan harga BBM, Politik Lipstik" di Gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat.

Diskusi yang juga menghadirkan Anggota Fraksi PDIP DPR/Ketua DPP PDIP Maruarar "Arar" Sirait dan Sekretaris Fraksi PDIP DPR Sutan Bhatoegana.

Arbi sanit mengatakan, klaim keberhasilan sebagai strategi politik yang ditunjukkan beberapa pihak akhir-akhir ini sering tidak sesuai kenyataan.

"Ada klaim keberhasilan untuk gubernur terkait pembangunan pertanian, padahal petaninya kesulitan mendapatkan pupuk. Apa yang dikerjakan gubernur, `kok` dianggap berhasil?," katanya.

Klaim keberhasilan itu umumnya asumsi dan faktor kebetulan karena sebenarnya tidak ada yang berhak mengklaim keberhasilan. "Tidak satupun pihak berhak atas keberhasilan karena posisi pemimpin tidak jelas, posisi parpol tidak jelas dan tidak ada pihak yang dominan berperan. Bahkan LSM pun berhak mengklaim keberhasilan," katanya.

Semua pihak hanya menghubungkan kenyataan atau fakta yang dinilai berhasil dengan kepentingannya. "Semua hanya serba kebetulan dan dihubung-hubungkan karena sistem kita kabur. dalam sistem yang serba kabur, siapapun bisa mengklaim keberhasilan," katanya.

Mengenai keputusan pemerintah yang menurunkan harga BBM, khususnya premium dan solar, Arbi mengemukakan, hal itu karena faktor kebetulan karena harga BBM di dalam negeri tergantung luar negeri.

"Harga BBM memang diturunkan. Ini hanya dinikmati pemilik mobil. Siapa yang diuntungkan? demi APBN? Padahal APBN itu sekitar 70 persen utuk kepentingan elit," katanya.

Penurunan harga BBM juga belum berpengaruh terhadap kehidupan sebagian besar masyarakat karena kebutuhan pokok belum mengalami penurunan harga barang-barang.

Pada dasarnya, masyarakat luas belum membaik hidupnya. "Yang membaik baru kelas menengah ke atas," katanya.

Arbi Sanit mengemukakan, semakin mendekati Pemilu 2009, akan semakin banyak klaim sebagai strategi politik. "Tetapi semakin banyak klaim, semakin tidak realistis karena klaim-kalim itu juga fatamorgana," katanya.

Sedangkan Arar mengemukakan, penurunan harga BBM belum berpengaruh kepada penurunan harga kebutuhan masyarakat. Selain itu, belum mampu meningkatkan daya beli masyarakat.

Mengenai munculnya klaim keberhasilan, Arar mengungkapkan, klaim keberhasilan banyak disampaikan pimpinan-pimpinan departemen dan lembaga-lembaga pemerintah. Tetapi sulit membedakan apakah hal itu bagian dari program instansinya atau bagian dari kampanye politik.

Arar juga mengatakan, keputusan pemerintah menurunkan harga BBM tidak lepas dari kepentingan politik terkait Pemilu 2009. Keputusan untuk menurunkan sedikit demi sedikit harga BBM itu merupakan strategi.

"Dengan penurunan harga BBM di pasar internasional, tampaknya ada selisih harga yang masih ditahan untuk kemungkinan dikeluarkan (melalui penurunan harga BBM lagi) tak lama sebelum Pemilu," katanya.

Dengan mekanisme penurunan yang sedikit demi sedikit itu, kata Arar, ada selisih harga yang tidak jelas kemana dan siapa yang menikmati. (*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009