NKRI harus berkejaran dengan waktu untuk ketahanan energi pangan dan obat di mana sekarang Indonesia masih impor bahan baku obat 90-95 persen

Jakarta (ANTARA) - Pemerintah diharapkan memperkuat industri hulu obat karena pada saat ini aspek ketahanan pangan dan obat menjadi sangat strategis dan berpotensi menimbulkan dampak berantai beragam multikrisis di tengah masyarakat.

"NKRI harus berkejaran dengan waktu untuk ketahanan energi pangan dan obat di mana sekarang Indonesia masih impor bahan baku obat 90-95 persen," kata Anggota Komisi IV DPR RI Nevi Zuairina dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.

Politisi PKS ini menjelaskan, dengan memperkuat industri hulu di bidang obat-obatan, Indonesia diharapkan mampu menurunkan 40 persen impor bahan baku obat.

Untuk itu, ujar dia, institusi seperti Kementerian Perindustrian juga mesti memberikan kontribusi dalam mewujudkan pabrik-pabrik baru bahan baku obat sebagai bukti keberpihakan pemerintah pada bidang kesehatan.

Nevi mengingatkan bahwa impor bidang farmasi pada 2017 tercatat mencapai 26.160 ton atau setara 665,53 juta dolar AS. Jumlah itu meningkat pada 2018 yaitu menjadi 28.720 ton atau setara 715,57 juta dolar AS.

Ia menekankan permasalahan obat di Indonesia bukan hanya pada kapasitas Indonesia untuk memproduksi bahan baku farmasi, akan tetapi kapasitas pengadaan bahan baku kimia atau biologis untuk proses sintesis dan juga purifikasi pada saat produksi bahan baku yang masih banyak yang bergantung pada impor.

"Angka ketergantungan impor bahan baku obat ini akibat tidak kuatnya industri kimia dasar di Indonesia. Kurangnya daya saing dan tingginya biaya dalam pengembangan industri kimia dasar menjadi faktor penyebab," ucapnya.

Ia menambahkan, sejak bertahun-tahun, bahan farmasi Indonesia 90 persen masih impor dengan alasan tidak mudah untuk mengembangkan bahan baku obat, serta diperlukan senyawa-senyawa kimia yang secara spesifikasi harus sintetis dan juga memenuhi spesifikasi standard obat.

Nevi menegaskan agar ke depannya pemerintah perlu serius berkontribusi kepada bahan baku obat di hulu dan juga mengembangkan obat tradisional di mana Indonesia memiliki aneka ragam hayati sebagai negara tropis yang kaya akan sumber daya alamnya.

Indonesia dinilai bisa menggarap peluang investasi di bidang farmasi, khususnya tren obat-obatan alami atau herbal yang mulai dilirik dunia.

"Indonesia punya peluang yang bagus dalam bidang ini. Apalagi obat-obatan alami dinilai lebih aman bagi kesehatan dan dampaknya lebih kompleks bagi kesehatan. Di sisi lain, di industri farmasi, tren herbal tradisonal ini juga jadi langkah yang disasar ke depan," kata Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Andree Surianta dalam Webinar, Kamis (9/7).

Menurut Andree, perusahan farmasi lokal seperti Kalbe Farma pun kini tengah membidik peluang bisnis obat tradisional tersebut.

Kendati demikian, ada beberapa yang perlu jadi perhatian dalam bisnis tersebut, yakni pengembangan penelitian intensif serta pasokan bahan bakunya. Hal itu perlu dilakukan lantaran industri herbal membutuhkan pasokan logistik yang stabil dibanding obat-obatan kimia.

"Tapi saya percaya kita punya peluangnya dan kalau memang mau serius kita harus fokus pada apa yang bisa kita lalukan untuk meningkatkan peluang ini. Jangan lupa juga bahwa kita tidak sendiri karena ada China yang memang sudah terkenal dengan herbalnya," kata Andree.

Baca juga: Pemerintah didesak rancang litbang kemandirian obat

Baca juga: Pandemi COVID-19 momentum perkuat industri farmasi, sebut LSM

Baca juga: BPOM komitmen percepat kemandirian industri obat dan pangan nasional

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020