Subjek hukum apa pun, baik perorangan, seniman, guru, maupun organisasi perlu menjelaskan kedudukan hukumnya sesuai dengan undang-undang yang diuji.

Jakarta (ANTARA) - Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengingatkan tidak semua pembayar pajak memiliki kedudukan hukum dalam pengajuan permohonan pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi.

"Jadi, kalau sekadar pembayar pajak, itu kami masih meragukan apakah ini punya kedudukan hukum atau tidak sehingga ini harus diperbaiki," ujar Arief Hidayat dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin.

Kedudukan hukum sebagai pembayar pajak, kata dia, dapat digunakan dalam pengujian undang-undang yang berkaitan dengan keuangan negara, pajak, atau anggaran negara, bukan misalnya dalam pengujian UU HAM.

Baca juga: MK tolak permohonan uji UU Pengadilan HAM

Subjek hukum apa pun, baik perorangan, seniman, guru, maupun organisasi perlu menjelaskan kedudukan hukumnya sesuai dengan undang-undang yang diuji.

Selanjutnya, dengan kedudukan hukum itu, pemohon mesti menjelaskan kerugian konstitusional yang dimiliki dengan adanya frasa, pasal, maupun undang-undang yang diuji, baik aktual maupun potensial yang diperkirakan akan terjadi.

"Jadi, dasarnya adalah Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, bagaimana subjek hukum yang boleh atau yang bisa diberi kedudukan hukum," kata Arief Hidayat.

Adapun pemohon uji materi UU HAM itu adalah perseorangan bernama Alamsyah Panggabean yang berprofesi sebagai seniman.

Ia merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 15 UU HAM yang berbunyi: "Setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya."

Menurut Alamsyah, pasal itu menghalangi haknya untuk tumbuh dan berkembang.

Baca juga: MK sarankan DPR lengkapi UU Pengadilan HAM

Ia ingin memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama dalam pemerintahan. Akan tetapi, perencanaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Padang Lawas, Provinsi Sumatera Utara, dilakukan oleh partai politik tanpa mengikutsertakan pemohon sebagai anggota dalam perencanaan dan pengawasan untuk periode masa jabatan 2009—2014, 2014—2019, dan 2019—2024.

"Pengisian keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Padang Lawas untuk pertama kali dilakukan dengan sistem penetapan, bukan melalui pemilihan umum atau melalui Undang-Undang Pemilu," katanya.

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020