Surabaya (ANTARA) - Warga atau pekerja yang masuk wilayah aglomerasi atau kawasan tertentu tidak perlu menunjukkan bukti non-COVID-19 baik berupa hasil rapid test nonreaktif maupun hasil swab test negatif saat masuk Kota Surabaya, Jawa Timur.
"Warga yang masuk wilayah aglomerasi itu termasuk dalam pasal pengecualian di Perwali perubahan," kata Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kota Surabaya Irvan Widyanto, di Surabaya, Senin.
Adapun wilayah aglomerasi yang dikecualikan itu adalah Gresik-Lamongan untuk wilayah utara, sedangkan untuk yang ke arah selatan yaitu Sidoarjo-Mojokerto. Aglomerasi ini mengacu pada data dari Dishub tentang kereta komuter yang mana ke utara sampai Lamongan dan ke selatan sampai Mojokerto.
Baca juga: Kapasitas pengujian spesimen di Labkesda Surabaya ditingkatkan
Baca juga: Lima santri Gontor kembali dikirim ke RS Lapangan Surabaya
Ia menjelaskan bahwa pengecualian itu tertuang dalam Pasal 24 Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya Nomor 33 Tahun 2020. Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa kewajiban menunjukkan hasil tes cepat atau tes usap atau surat keterangan bebas gejala, dikecualikan untuk orang yang ber-KTP Surabaya, yang melakukan perjalanan komuter, dan atau orang yang melakukan perjalanan di dalam wilayah atau kawasan aglomerasi.
"Jadi, kami sudah diskusi dengan pakar hukum dan kawan-kawan dari Persakmi (Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia) Jawa Timur membahas pasal pengecualian ini. Hasilnya memang siapapun yang melakukan perjalanan komuter atau yang masuk dalam wilayah aglomerasi, itu dikecualikan atau tidak perlu menunjukkan hasil tes cepat atau tes usap," kata Irvan.
Irvan mencontohkan apabila ada warga Sidoarjo yang setiap hari pulang-pergi ke Surabaya naik sepeda motor, maka hal ini sudah masuk yang dikecualikan karena masih masuk dalam wilayah aglomerasi.
Begitu pula warga Gresik atau Lamongan yang pulang pergi ke Surabaya, maka itu juga tidak perlu menunjukkan bukti non-COVID-19. "Nah, bagi warga atau pekerja yang berada di luar aglomerasi, itu tetap harus menunjukkan bukti non-COVID sebagaimana yang diatur dalam Perwali perubahan," ujarnya.
Baca juga: 38.512 warga Surabaya telah jalani tes usap COVID-19
Baca juga: Sejumlah warga minta Jalan Rungkut Menanggal Surabaya dibuka lagi
Kepala Badan Penanggulangan Bencana (BPB) Linmas Surabaya ini juga menjelaskan bahwa apabila ada warga atau pekerja yang KTP-nya di luar wilayah aglomerasi dan bekerja serta kos di Surabaya, maka warga tersebut harus minta surat keterangan domisili untuk menggugurkan kewajiban tes cepat. Dalam keterangan itu juga harus dijelaskan bahwa dia benar-benar tidak melakukan perjalanan pulang ke luar wilayah aglomerasi.
Ia mencontohkan salah satu warga atau pekerja yang KTP-nya Trenggalek, tapi bekerja di Surabaya dan kos di Surabaya, maka warga tersebut cukup menunjukkan surat keterangan domisili yang menjelaskan tidak pulang ke Trenggalek dan tidak perlu tes cepat berkala.
"Berbeda kalau dia setiap minggu pulang. Ketika pulang kan kita tidak bisa kontrol dia ketemu siapa dan kemana aja, makanya dalam hal ini kewajiban tes cepat tetap berlaku," ujarnya.
Irvan menjelaskan bahwa intinya pemberlakuan tes cepat dan tes usap ini untuk membatasi dan mengendalikan pergerakan orang. Ketika sudah terkendalikan, maka akan lebih gampang memutus mata rantai penyebaran COVID-19 ini.
"Ayo bersama-sama memutus mata rantai penyebaran COVID-19 ini dengan biasakan yang tidak biasa," katanya.
Baca juga: Penggunaan Balai Jasa Konstruksi Surabaya adaptasi Wisma Atlet
Baca juga: Perwali perubahan pertegas aturan jam malam di Surabaya
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020