Tbilisi (ANTARA News/Reuters) - Wilayah separatis Georgia, Abkhazia, yang diakui oleh Moskow sebagai negara merdeka, telah menggunakan kode telepon internasional Rusia.
Moskow mengakui wilayah-wilayah separatis Georgia -- Abkhazia dan Ossetia Selatan -- sebagai negara-negara merdeka setelah penyerbuan pasukan Rusia ke Georgia tahun lalu.
Abkhazia menggunakan kode sambung Rusia +7 mulai hari Minggu, kata seorang pejabat wilayah itu.
"Kode-kode lama akan berfungsi sampai 1 Januari. Kemudian kode-kode itu akan dimatikan dan masyarakat akan menggunakan kode baru Abkhazia," kata Nadir Bitiev, seorang pembantu senior pemimpin Abkhazia, Sergei Bagapsh, kepada Reuters.
Rusia mengatakan bulan lalu, mereka akan mengizinkan Abkhazia menggunakan kode negara +7 miliknya dan akan terus melakukan lobi untuk mendapatkan kode khusus negara Abkhazia. Tindakan itu telah menyulut reaksi marah dari Georgia.
Kementerian Luar Negeri Georgia mengatakan, Senin, mereka telah mengirim nota protes ke Moskow melalui kedutaan besar Swiss dan melaporkan hal itu ke Persatuan Telekomunikasi Internasional (ITU).
Georgia memutuskan hubungan diplomatik dengan Rusia setelah perang tersebut.
"Rusia tidak menganggap Abkhazia dan Ossetia Selatan sebagai negara-negara merdeka namun sebagai provinsi Rusia," kata Paata Davitaia, deputi ketua parlemen Georgia.
ITU menetapkan bahwa negara-negara bukan anggota PBB harus memperoleh persetujuan dari duapertiga anggota ITU untuk bergabung dengan persatuan itu. Selain Rusia, hanya Nikaragua dan Venezuela mengakui kemerdekaan Abkhazia dan Ossetia Selatan.
Kremlin mengakui kemedekaan wilayah-wilayah separatis Georgia yang didukung Moskow itu pada 26 Agustus tahun lalu, beberapa pekan setelah pasukan Rusia mematahkan upaya militer Georgia menguasai lagi Ossetia Selatan.
Hubungan Rusia dengan Barat memburuk setelah perang singkat negara itu dengan Georgia.
Georgia menyatakan, perang itu dan pengakuan Moskow terhadap wilayah-wilayah tersebut sebagai negara merdeka merupakan pencaplokan atas wilayah kedaulatannya.
Pada 27 Agustus, Presiden Rusia Dmitry Medvedev menegaskan bahwa Moskow tidak akan pernah membatalkan keputusannya mengakui Abkhazia dan Ossetia Selatan sebagai negara-negara yang merdeka dari Georgia.
Pasukan Rusia memasuki Georgia untuk mematahkan upaya militer Georgia menguasai lagi Ossetia Selatan pada 7-8 Agustus 2008. Perang lima hari pada Agustus itu meletus ketika Tbilisi berusaha memulihkan kekuasannya dengan kekuatan militer di kawasan Ossetia Selatan yang memisahkan diri dari Georgia pada 1992, setelah runtuhnya Uni Sovyet.
Georgia dan Rusia tetap berselisih setelah perang singkat antara mereka pada tahun lalu itu.
Ossetia Selatan dan Abkhazia memisahkan diri dari Georgia pada awal 1990-an. Kedua wilayah separatis itu bergantung hampir sepenuhnya pada Rusia atas bantuan finansial, militer dan diplomatik.
Georgia tetap mengklaim kedaulatan atas kedua wilayah tersebut dan mendapat dukungan dari Barat.
Pengakuan Moskow atas kemerdekaan kedua wilayah itu menyulut kecaman dari Georgia dan banyak negara Barat.
Rusia meresmikan pengakuannya atas kemerdekaan kedua wilayah Georgia yang memisahkan diri itu, Ossetia Selatan dan Abkhazia, pada 16 Januari ketika Presiden Dmitry Medvedev menerima duta-duta besar pertama mereka yang bersanding sejajar dengan para duta besar dari negara anggota NATO.
Nikaragua adalah negara pertama setelah Rusia yang memberikan "pengakuan penuh" kepada republik-republik Abkhazia dan Ossetia Selatan sebagai "anggota baru komunitas negara merdeka dunia".
Venezuela pada 10 September juga memberikan pengakuan penuh atas kemerdekaan kedua wilayah separatis Georgia itu.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009