London (ANTARA News/AFP) - Seorang prajurit Inggris tewas dalam ledakan di Afghanistan selatan, sehingga jumlah korban tewas di pihak pasukan Inggris tahun ini saja mencapai 97, demikian diumumkan Kementerian Pertahanan Inggris, Senin.

Prajurit itu tewas di dekat Gereshk di provinsi Helmand yang menjadi pangkalan Taliban pada Minggu.

Ia bertugas pada Resimen Zeni 33 dan merupakan bagian dari sebuah satuan yang menjinakkan bom-bom pinggir jalan yang dipasang Taliban dan telah menewaskan puluhan prajurit Inggris, kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan.

Keluarga prajurit itu telah diberi tahu mengenai hal itu, katanya.

Seorang jurubicara Satuan Tugas Helmand, Letnan Kolonel David Wakefield, mengatakan, "Keberanian dan pengorbanannya dalam perjuangan melenyapkan Bahan Peledak Improvisasi (IED) di Helmand tidak akan terlupakan."

Dengan kematian prajurit itu, jumlah personel militer Inggris yang tewas di Afghanistan menjadi 234 sejak invasi pimpinan AS pada 2001 untuk menggulingkan pemerintah Taliban.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Kekerasan di Afghanistan tahun ini mencapai tingkat terburuk dalam perang yang telah berlangsung delapan tahun, dan militan melancarkan sejumlah serangan di Kabul dalam beberapa bulan terakhir ini.

Terdapat lebih dari 100.000 prajurit internasional, terutama dari AS, Inggris dan Kanada, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.

Serangan-serangan Taliban terhadap aparat keamanan Afghanistan serta pasukan asing meningkat dan puncak kekerasan terjadi hanya beberapa pekan menjelang pemilihan umum presiden dan dewan provinsi pada 20 Agustus.

Lebih dari 400 prajurit asing tewas sejak Januari, yang menjadikan 2009 sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Dalam salah satu serangan paling berani, gerilyawan tersebut menggunakan penyerang-penyerang bom bunuh diri untuk menjebol penjara Kandahar pada pertengahan Juni tahun lalu, membuat lebih dari 1.000 tahanan yang separuh diantaranya militan berhasil kabur.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.

Antara 8.000 dan 10.000 prajurit internasional bergabung dengan pasukan militer pimpinan NATO yang mencakup sekitar 60.000 personel di Afghanistan untuk mengamankan pemilihan presiden Afghanistan pada 20 Agustus, kata aliansi itu.

Pemilu yang menetapkan presiden dan dewan provinsi itu dipandang sebagai ujian bagi upaya internasional untuk membantu menciptakan demokrasi di Afghanistan, namun pemungutan suara tersebut dilakukan ketika kekerasan yang dipimpin Taliban mencapai tingkat tertinggi.

Sekitar 300.000 prajurit Afghanistan dan asing mengambil bagian dalam pengamanan pemilu tersebut.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009