Keduanya sama-sama belingsatan dengan tonil Homo Sapiens berjudul "jagat gede" dan "jagat cilik".
Lewat tokoh Zarathustra, Nietzsche membuat sidang pembacanya lari terbirit-birit alias ngacir. "Sesungguhnya Tuhan tidak pernah ada karena tidak mampu ada. Tuhan ditemukan oleh jiwa yang lemah, jiwa yang sakit, yang diracuni perasaan-perasaan luhur melawan orang-orang yang benar-benar kuat, sehat dan berkuasa. Tuhan adalah hasil kreasi manusia sebagaimana dewa-dewa yang lain pula," katanya. Waspadalah, waspadalah dan waspadalah.
Cuap-cuap sang filsuf seakan digenapi oleh heboh yang dikreasi oleh kalangan jenial Hollywood dengan diluncurkannya film 2012 ke mata publik. Sutradara film fiksi-sains Roland Emmerich mengangkat isu "hot" dunia yang nota bene sedang meronta dari pagutan krisis global. Topik yang diangkat soal Kiamat atau Akhir Jaman.
Jelas, Emmerich menangkap dentuman besar (Big Bang) keprihatinan manusia yang terus bertanya dengan masa depannya di planet bumi. Dengan mengusung kata spektakuler, sang sutradara memanjakan mimpi-mimpi manusia yang mempertanyakan hendak ke mana jagat raya kelak. Lebih mendekati jelas, efek visual manusia terus bergetar karena dua film telah beredar, Independence Day dan The Day After Tomorrow.
Dengan mengusung berakhirnya siklus sistem penanggalan kuno bangsa Maya pada 21 Desember 2012, sang sutradara menjejalkan tema demi tema dari kematian, kerusakan dan kekacauan alam semesta. Mata publik diledakkan oleh aneka melodrama kehidupan yang serba sementara. Tiada yang abadi bagi perjalanan waktu planet bumi ini.
Lakon Hollywood sinonim dengan mitos kepahlawanan. Emmerich yang memerankan John Cusack sebagai pria dari keluarga biasa Jackson Curtis, bersama para pemain berbakat lainnya seperti Amanda Peet, Chiwetel Ejiofor, Oliver Platt, Thandie Newton, Jimi Mistry, Thomas McCarthy, Danny Glover dan si mata liar Woody Harrelson, tampil sebagai pahlawan. Mereka hendak memutar terus jam waktu alam semesta.
Mereka hendak memerankan figur revolusioner abad ini dengan menulis diktat penyelamatan bagi spesies-spesies semesta alam dari kehancuran. Mereka hendak terus melihat fajar menyingsing di bumi ini. Pada 2012, ilmuwan memprediksi bahwa bakal terjadi badai matahari yang belum pernah ada sebelumnya.
Skenario buram semesta alam itu terinspirasi oleh kalender bangsa Maya. Diramalkan bahwa pada periode 1992-2012, bumi akan dimurnikan dan peradaban manusia akan "disempurnakan". Warga masyarakat Maya berdiam di wilayah selatan Mexico sekarang (Yucatan) Guetemala, bagian utara Belize dan bagian barat Honduras.
Orang Maya memercayai bahwa semua benda angkasa pada galaksi setelah selesai mengalami reaksi dari sinar galaksi dalam siklus besar ini, akan terjadi perubahan secara total. Orang Maya menyebutnya, penyelarasan galaksi. Dari masa 20 tahun antara tahun 1992-2012, bumi telah memasuki tahap terakhir dari fase Siklus Besar.
Selama periode ini, bumi akan mencapai pemurnian total. Setelah itu, bumi akan meninggalkan jangkauan sinar galaksi dan memasuki tahap baru yakni penyelarasan galaksi. Pada 21 Desember 2012, peradaban umat manusia menghadapi kata akhir, dalam perhitungan kalender Maya. Sesudah itu, umat manusia memasuki peradaban baru yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan peradaban sekarang.
Di bawah panji ambisi setiap manusia untuk menafsir kiamat 2012, kematian kosmos merujuk kepada data ilmiah tak terelakkan bahwa bumi nyatanya bisa "berakhir", karena ditabrak oleh asteroid raksasa. Tabrakan itu terjadi sekitar 65 juta tahun lalu yang telah membunuh hampir semua kehidupan di bumi, termasuk dinosaurus.
Di bawah tajuk pemikiran mendasar khas Yunani kuno berlabel "kosmos tanpa akhir", filsuf Parmenides menyatakan dunia tidak akan berakhir, tetapi bersifat kekal-abadi.
Filsuf Plato juga mengatakan kosmos berlangsung dengan tidak terbatas, tetapi pada waktu-waktu tertentu (setiap 1000 tahun?) terjadi pemulihan menuju keadaan asali, dengan terjadinya bencana banjir dan kebakaran-kebakaran besar.
Dan Aristoteles mengungkapkan bahwa adanya kosmos adalah tanpa akhir. Permukaan bumi akan dihancurkan dengan terjadinya banjir besar dan kekeringan. Gambaran serba mencekam dari sebuah kata belingsatan.
Seakan hendak tampil sebagai sosok yang belingsatan karena "kiamat" 2012, tokoh relativitas Einstein menunjuk bahwa Kosmos dengan huruf besar identik dengan keberadaan Tuhan yang berciri serba tidak terbatas dan tanpa batas waktu. Pemahaman ini bersesuaian dengan kosmos yang berbentuk bola (sferis) dalam teori relativitas.
Nah, bagaimana spektrum belingsatan karena Kiamat 2012 dapat dibaca bagi hidup manusia kontemporer yang kerapkali terengah-engah oleh deraan rasa ingin tahu?
Nietzsche punya jawaban. Katanya, "Manusia telah merasa lelah karena terus menari dengan loncat kaki tiada henti menuju akhir jaman. Kelelahan ini akibat manusia tidak memahami betul makna keinginan. Percayalah, bahwa tubuhlah yang menentukan seluruh langkah dan bukan jari telunjuk yang menujuk ke atas." Inilah drama dari manusia yang hendak selalu berkata "ya" kepada kehidupan.
Dan manusia mengarahkan kompas hidupnya kepada pulang menuju keabadian (eterno ritorno), yaitu "semua yang ada secara abadi akan kembali, karena kita sudah menyatu dengan semua". Meminjam istilah filsuf Jean Paul Sartre, inilah drama dari rasa gelisah dan rasa khawatir manusia yang membuat dirinya takut ("angoisse"). Inilah tonil "Kiamat" 2012! (*)
Oleh Oleh A.A. Ariwibowo
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009