Jakarta (ANTARA News) - Dewan Pers menentang upaya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang mengeluarkan surat peringatan berupa larangan siaran langsung sidang di pengadilan karena bertentangan dengan kemerdekaan pers dan keterbukaan informasi.

Dewan Pers dalam siaran persnya nomor 598/DP-K/XI/2009, yang dibuat setelah sidang khusus pada Senin petang, menilai bahwa pelarangan siaran langsung tersebut melanggar Pasal 28 F UUD 1945 yang menjamin hak masyarakat untuk berkomunikasi, memperoleh dan menyampaikan informasi dengan berbagai saluran yang tersedia.

Selain itu, Dewan Pers menilai, pelarangan itu juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 4 ayat (2) yang menyatakan, "terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran". Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (3) UU Pers.

Pasal 6 UU Pers, Dewan Pers mengingatkan, mengamanatkan peran pers, antara lain, memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar. Selain itu, pasal tersebut juga mengamanatkan pers untuk melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terkait kepentingan umum dan memperjuangkan keadilan.

"Sepanjang dinyatakan terbuka untuk umum, Dewan Pers menolak pelarangan siaran langsung sidang di pengadilan dan DPR karena bertentangan dengan prinsip-prinsip kemerdekaan pers dan kebebasan informasi," demikian pernyataan Dewan Pers menanggapi surat KPI Pusat nomor 541/K/KPI/10/2009 perihal peringatan kepada Direktur Utama Seluruh Stasiun Televisi (TV).

Dewan Pers juga mengingatkan bahwa UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran Pasal 42 menegaskan, "wartawan penyiaran dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik media elektronik tunduk kepada kode etik jurnalistik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku". Sehubungan dengan hal itu, Dewan Pers meminta masyarakat, pemerintah, dan KPI memenuhi ketentuan Konstitusi, UU Pers, dan UU Penyiaran.

Pasal 18 Ayat (1) UU Pers memuat ancaman hukuman dua tahun penjara dan pidana denda Rp500 juta terhadap setiap orang yang melakukan sensor, pembreidelan atau pelarangan penyiaran. Sehubungan dengan itu, sepanjang menyangkut berita, lembaga penyiaran wajib tunduk kepada UU Pers.

Rencananya Dewan Pers akan bertemu dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) besok Selasa (17/11/2009) di kantor KPI, untuk membahas persoalan ini. Dewan Pers mengharapkan setelah pertemuan tersebut kedua lembaga sepakat untuk tidak lagi mengembangkan wacana pelarangan siaran langsung sidang di pengadilan dan sidang di DPR.

"Dewan Pers akan terus melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak manapun," demikian Dewan Pers.(*)

Pewarta: Luki Satrio
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009