"Kita menunggu SKK (Surat Kuasa Khusus) dari Menhan dan Menkeu untuk menggugat Tan Kian," kata Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), Edwin Pamimpin Situmorang, di Jakarta, Senin.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kasus tersangka pengemplang dana prajurit atau Asabri Jilid II, Tan Kian, karena tidak memenuhi unsur-unsur korupsi.
Jamdatun mengakui bahwa Jaksa Agung telah memberikan pendapat hukum kepada Menteri Pertahanan (Menhan) bahwa Asabri dapat menggugat Tan Kian dan Henry Leo untuk membayar ganti rugi penyalahgunaan dana prajurit tersebut.
"Kemudian Menkeu (Menteri Keuangan) dapat menggugat Tan Kian sehubungan dugaan perusahaan yang terafiliasi dalam pembelian aset atau hak tagih dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)," katanya.
Jaksa agung, ujar Jamdatun, juga menyarankan apabila akan digunakan hak untuk menggugat, dapat memberikan kuasa kepada jaksa agung. "Jadi kita menunggu SKK tersebut," katanya.
Ia mengakui, jika dalam surat tanggapan yang ditujukan kepada Menhan, menyebutkan bahwa Tan Kian, Henry Leo dan Subarda Midjaja melakukan perbuatan bersama-sama dalam penggunaan dana PT Asabri.
"Untuk Menhan ya (adanya perbuatan bersama-sama), tapi untuk Menkeu kasusnya kan lain, yang bisa digugat Tan Kian dan perusahaan yang bertindak sebagai pihak pembeli di BPPN," katanya.
Kasus posisi
Pembangunan Plaza Mutiara menggunakan dana PT Asabri senilai 13 juta dolar AS, semula bangunan tersebut akan dijadikan gedung pusat PT Asabri, karena bangunan sebelumnya di Cawang sudah tidak memadai.
Kemudian, PT Cakrawala Karya Buana (CKB) yang akan mengelola Gedung Plaza Mutiara meminjam kredit kepada Bank Internasional Indonesia (BII) sebesar 13 juta dolar AS.
Namun saat batas waktu yang ditentukan, kredit itu tidak bisa dilunasi sampai BII direkapitulasi oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Pinjaman saat itu di BII, baru mencapai 10.688.060 dolar AS, dan sisa kredit sebesar 2,2 juta dolar AS tidak bisa dicairkan karena BII terkena dampak krisis.
Pada 15 September 2000, PT CKB mendapatkan perpanjangan fasilitas kredit, dan disetujui oleh Tan Kian melalui surat 18 September 2000.
Namun kenyataannya tidak dilaksanakan oleh Tan Kian, hingga pada 13 September 2002 perpanjangan fasilitas kredit tersebut dibatalkan oleh BII dan mengalihkan utang PT CKB kepada pihak lain.
Setelah BII diambil alih oleh BPPN, tanpa persetujuan Henry Leo secara sepihak Tan Kian, melakukan perubahan atas perjanjian sewa menyewa Plaza Mutiara dari PT CKB menjadi PT PBS, serta mengalihkan penyetoran sewa gedung dari rekening penampungan atas nama PT CKB.
Atas perubahan dan pengalihan itu, Tan Kian diuntungkan menerima biaya sewa perkantoran dengan perhitungan 17 ribu meter persegi x 10 dollar AS x 120 bulan (10 tahun), yang secara keseluruhan mendapatkan 20,4 juta dollar AS.
Namun penerimaan tersebut, tidak dibayar sehingga kredit PT CKB kepada BII dinyatakan macet.
Selanjutnya, BPPN menjual utang PT CKB yang dibeli oleh PT Newfort Bridge (NFB) yang notabene merupakan perusahaan milik Tan Kian. Harga jual utang itu 2,5 juta dollar AS jauh di bawah utang PT CKB kepada BII. (*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009