Tangerang (ANTARA News) - Hendrikus Kiawalen alias Hendrik, terdakwa pembunuh Nasrudin Zulkarnaen, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, enggan menceritakan secara detail kejadian pembunuhan itu karena khawatir terhadap keselamatannya.

"Saya tidak ingin bercerita secara lugas karena tidak ada yang menjamin keselamatan jiwa keluarga dan saudara saya," kata Hendrik saat menjalani pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Provinsi Banten, Senin.

Hendrik juga enggan mengungkapkan ucapan teror yang diterima dirinya, apabila terdakwa tidak membunuh Nasrudin maka Hendrik akan dibunuh orang lain.

Namun demikian, Hendrik menuturkan dirinya mengetahui ada tim lain yang ikut mensurvei aktivitas Nasrudin di rumahnya maupun di tempat kerjanya.

"Saya sempat tegur sapa dengan mereka (tim lain), namun saya tidak tahu mereka berasal dari mana," ujar Hendrik.

Hendrik mengatakan, dirinya bersedia meneror Nasrudin karena ada jaminan untuk melaksanakan tugas negara dari Komisaris Wiliardi Wizar melalui Jerry Hermawan Lo dan Eduadus Ndopo Mbete alias Edo.

"Keberadaan tim lain juga menambah keyakinan bahwa tindakan ini untuk tugas negara," ungkap Hendrik.

Hendrik menuturkan dirinya bertemu dengan Eduardus Ndopo Mbete alias Edo di Ancol pada Februari 2009, Edo meminta dirinya untuk menjalan tugas negara dengan cara meneror seseorang yang dianggap sebagai pengacau negara.

Ajakan Edo itu berdasarkan perintah dari Komisaris Besar (Kombes) Pol. Wiliardi Wizar melalui Jerry Hermawan Lo.

Hendrik sempat meminta Edo agar menyelidiki kebenaran ajakannya itu karena melaksanakan tugas negara tidak bisa sembarangan.

Sebelum berpisah pada pertemuan itu, Edo sempat menyerahkan amplop warna coklat yang berisi identitas, foto, kendaraan, alamat rumah dan kantor yang akan diteror, yakni Nasrudin Zulkarnaen kepada Hendrik.

Kemudian tim bentukan Hendrik yang terdiri dari Fransiskus Tadom Kerans alias Amsi, Heri Santoso dan Daniel Daen Sabon alias Danil mengikuti dan mensurvei kegiatan Nasrudin sejak keluar dari rumah, kerja di kantor hingga main golf.

Hendrik mengungkapkan dirinya tidak berniat untuk membunuh Nasrudin karena dirinya dan terdakwa lainnya hanya bermaksud untuk meneror Direktur PT Putra Rajawali Banjaran itu.

Pada persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Ismail itu, Hendrik sempat mengambil uang dari Edo sebesar Rp300 juta yang dititipkan di saksi Videlis Viagoa pada pertengahan Maret 2009.

"Uang tersebut untuk operasional tugas negara dari Edo," ujar Hendrik seraya menambahkan uang itu dibagikan kepada terdakwa Amsi, Heri, Danil dan Sey, serta Edo.

Pengacara Hendrik sempat menghadirkan saksi meringankan terdakwa, yakni Yustinus Juang yang menceritakan sebelumnya Hendrik belum pernah terlibat kasus di kepolisian dan Hendrik terkenal sebagai aktivis.

Usai memberikan keterangannya, Hendrik mengaku menyesali perbuatannya, namun dia berharap pembunuh Nasrudin sebenarnya dapat terungkap.

Sementara itu Jaksa Penuntut Umum Muhammad Taufik menyatakan Hendrik tidak mengungkapkan penyesalannya secara langsung sehingga bisa memberatkan tuntutan terhadap terdakwa.

Majelis hakim memutuskan sidang lanjutan terhadap Hendrik pada Senin (30/11) dengan agenda tuntutan dari penuntut umum.

Sebelumnya, PN Tangerang menggelar sidang pembunuhan Nasrudin dengan lima terdakwa Fransiskus Tadom Kerans alias Amsi, Heri Santoso, Eduardus Ndopo Mbete alias Edo, Daniel Daen Sabon alias Danil dan Hendrikus Kiawalen alias Hendrik.

Jaksa mendakwa kelimanya melanggar Pasal 340 Jo. Pasal 55 ayat 1 ke 1 tentang pembunuhan berencana dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Pembunuhan Nasrudin juga diduga melibatkan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar, Kombes Wiliardi Wizar (Mantan Kepala Polrestro Jakarta Selatan), Sigit Haryo Wibisono (pengusaha media) dan Jerry Hermawan Lo (pengusaha) yang menjalani persidangan di PN Jakarta Selatan. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009