Khartoum (ANTARA News/AFP) - Perundingan yang dituanrumahi Qatar antara pemerintah Sudan dan pemberontak Darfur yang dijadwalkan dimulai Senin di Doha ditunda lagi, kata seorang penengah, Minggu.
Meski demikian, anggota-anggota masyarakat sipil yang mencakup perwakilan pengungsi akan bertemu di Doha untuk melakukan "pembahasan" mengenai cara-cara mencapai perjanjian perdamaian antara Khartoum dan pemberontak Darfur, kata penengah PBB-Uni Afrika itu kepada AFP.
"Kami ingin tahu sudut pandang mereka mengenai proses perdamaian" sebelum dimulainya perundingan antara pemerintah dan pemberontak, kata penengah yang tidak bersedia disebutkan namanya itu.
"Belum ada tanggal" baru bagi perundingan antara pemerintah Khartoum dan pemberontak, tambahnya.
Perundingan yang dituanrumahahi Qatar itu sebelumnyua dijadwalkan berlangsung pada 28 Oktober namun penengah PBB Djibril Bassole mengatakan pada saat itu bahwa pertemuan tersebut ditunda sampai 16 November karena waktunya bertepatan dengan pertemuan puncak Uni Afrika.
Bassole mengatakan, pertemuan puncak itu akan mempertimbangkan laporan mengenai Darfur yang disiapkan oleh panel tingkat tinggi yang dipimpin mantan Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki.
Tidak ada penjelasan terinci yang diberikan mengenai rekomendasi itu, namun Mbeki mengatakan pada Oktober, "Resolusi mengenai konflik di Darfur harus dibuat oleh rakyat Sudan sendiri dan tidak bisa ditetapkan dari luar."
Pada Februari, kelompok pemberontak utama Darfur, Gerakan Keadilan dan Persamaan Hak (JEM) menandatangani sebuah perjanjian perdamaian dengan pemerintah Khartoum mengenai langkah-langkah pembangunan kepercayaan yang bertujuan mencapai perjanjian perdamaian resmi.
Pada Mei, JEM sepakat memulai lagi perundingan dengan Khartoum yang dihentikannya setelah pengadilan internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi presiden Sudan.
Ketegangan meningkat di Sudan setelah Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) pada 4 Maret mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Sudan Omar Hassan al-Beshir atas tuduhan melakukan kejahatan perang dan kejahatan atas kemanusiaan di Darfur, Sudan barat.
Jurubicara ICC Laurence Blairon mengatakan kepada wartawan di pengadilan yang berlokasi di Den Haag, surat perintah penangkapan terhadap Beshir itu berisikan tujuh tuduhan -- lima kejahatan atas kemanusiaan dan dua kejahatan perang.
Sudan bereaksi dengan mengusir 13 organisasi bantuan dengan mengatakan, mereka telah membantu pengadilan internasional di Den Haag itu, namun tuduhan tersebut dibantah oleh kelompok-kelompok bantuan itu.
Sejumlah pejabat PBB yang tidak bersedia disebutkan namanya mengatakan, pengusiran badan-badan bantuan itu akan memiliki dampak yang sangat merugikan bagi rakyat Darfur.
Para ahli internasional mengatakan, pertempuran hampir enam tahun di Darfur telah menewaskan 200.000 orang dan lebih dari 2,7 juta orang terusir dari tempat tinggal mereka. Khartoum mengatakan, hanya 10.000 orang tewas.
PBB mengatakan, lebih dari 300.000 orang tewas sejak konflik meletus di wilayah Darfur, pada 2003, ketika pemberontak etnik minoritas mengangkat senjata melawan pemerintah yang didominasi orang Arab untuk menuntut pembagian lebih besar atas sumber-sumber daya dan kekuasaan.
Majelis Ulama Sudan pada 22 Maret mengeluarkan fatwa yang meminta Presiden Beshir yang menjadi sasaran surat perintah penangkapan internasional itu tidak menghadiri pertemuan puncak Arab di Qatar pada saat itu.
Fatwa yang dikeluarkan majelis itu mengatakan, meski Khartoum bersikeras bahwa Beshir akan menghadiri pertemuan Doha pada akhir Maret, presiden Sudan itu tidak seharusnya pergi karena "musuh-musuh negara berkeliaran".
"Karena anda adalah simbol dan pengawal negara... kami merasa kondisinya tidak tepat (untuk menghadiri pertemuan puncak itu) dan tugas ini bisa dilaksanakan oleh orang-orang selain anda," kata fatwa itu.
ICC tidak memiliki wewenang untuk memberlakukan surat perintah penangkapan yang mereka keluarkan, namun para tersangka bisa ditangkap di wilayah negara-negara yang menandatangani perjanjian Roma mengenai pembentukan pengadilan tersebut.
Qatar belum meratifikasi Statuta Roma namun sebagai anggota PBB, negara itu didesak agar bekerja sama dengan pengadilan internasional tersebut.
Selain ada kemungkinan Beshir ditangkap di Qatar, sejumlah pejabat khawatir jet presiden Sudan itu akan disergap oleh armada udara negara lain bila berada di luar wilayah angkasa Sudan.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009