Depok (ANTARA) - Segenap insan akademi Universitas Indonesia (UI) merasa kehilangan atas meninggalnya Profesor Dr Sapardi Djoko Damono, penyair yang tersohor dengan puisinya "Aku Ingin" dan Dekan Fakultas Sastra Universitas Indonesia Tahun 1995-1999 itu.
"Kami sangat kehilangan sosok Sapardi. Ada banyak kenangan bersama alamarhum," kata Direktur Kemahasiswaan UI Devie Rahmawati di Depok, Minggu, ketika dimintai tanggapan atas meninggalnya Profesor Sapardi Djoko Damono penulis puisi "Aku Ingin".
Ia mengatakan salah satu momen yang paling membahagiakan bagi dia, ketika 10 tahun lalu menjadi mahasiswi di FIB UI, lembaga penyair Aku Ingin itu mengabdi selama ini.
"Itu kebanggaan saya karena dapat belajar di dalam ekosistem yang melahirkan tokoh, seperti Prof Sapardi Djoko Damono,” katanya.
Devie menyebut, karya-karya sastra almarhum bercirikan bahasa yang lugas, cerdas mewakili rasa, serta mampu menembus batasan usia.
“Inilah yang membuat banyak kalangan merasa dekat dengan sosok yang bersahaja ini," ujarnya.
Baca juga: Sapardi Djoko Damono meninggal dunia
Dikatakannya sebagai seorang ilmuwan sekaligus sastrawan, Sapardi tidak pernah membangun jarak dengan siapapun. Pemikiran hingga kelakarnya selalu beriringan dengan situasi kekinian.
Baca juga: Sastrawan Sapardi Djoko Damono dimakamkan di Giri Tonjong Bogor
“Tak heran, ketika Tahun 2017 kami mengundang beliau membahas tentang cinta, para milennial bersuka cita berteriak, 'aku ingin'. Kami sangat menikmati diskusi bersamanya," ujar Devie.
Baca juga: Puisi-puisi cinta Sapardi Djoko Darmono yang abadi
Salah satu penggalan puisi yang diingat Devie adalah semua yang ditinggalkan mungkin tidak akan setabah hujan di bulan Juni.
“Mengingat yang fana adalah waktu, maka karya-karya beliau akan terus abadi, tidak akan pernah terhapus oleh hujan yang meniadakan awan," katanya.
"Selamat jalan guru bangsa sastra Indonesia, kami mencintaimu. Itulah sebabnya kami tak pernah berhenti mendoakan keselamatanmu di akhirat," katanya.
Pewarta: Feru Lantara
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020