Singapura (ANTARA News) - Para pemimpin ekonomi negara-negara anggota Forum Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri Denmark Lars Lokke Rasmussen membahas mengenai persiapan pertemuan PBB tentang Perubahan Iklim di di Denmark, Desember 2009.

"Sejumlah kepala negara APEC termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diundang untuk mendengarkan penjelasan Perdana Menteri Denmark," kata Juru bicara Departemen Luar Negeri Teuku Faizasyah di Singapura, Minggu pagi kepada ANTARA.

Ia mengatakan bahwa para pemimpin ekonomi APEC akan mengikuti persiapan pertemuan PBB tentang Perubahan Iklim tersebut.

Pertemuan itu diselenggarakan di Hotel Shangri-La Singapura, tempat dimana Presiden Amerika Serikat Barack Obama menginap selama mengikuti pertemuan puncak ke-17 APEC, 14-15 November 2009.

Sekitar pukul 07.30 waktu setempat para pemimpin ekonomi mulai berdatangan. Presiden Yudhoyono datang dengan didamping oleh Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Juru Bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal.

Presiden Yudhoyono adalah salah satu tokoh yang memiliki komitmen tinggi untuk mendorong kesuksesan pertemuan PBB tentang Perubahan Iklim. Indonesia mengawali pembahasan mengenai upaya dunia untuk mencari suatu pengganti Protokol Kyoto yang akan berakhir pada 2012 di Bali pada Desember 2007.

Sejumlah kepala negara yang tampak turut hadir dalam pertemuan Minggu pagi itu antara lain Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah, Perdana Menteri Malaysia Dato` Sri Najib Razak, Perdana Menteri Selandia Baru John Key. Presiden Vietnam Nguyen Minh Triet, Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva, Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak, Perdana Menteri Australia Kevin Rudd, Presiden Filipina Gloria Macapagal Arroyo, dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong.

APEC merupakan forum yang terbentuk dan perkembangannya dipengaruhi antara lain oleh kondisi politik dan ekonomi dunia saat itu yang berubah secara cepat di Uni Soviet dan Eropa Timur.

Selain itu dipengaruhi kekhawatiran gagalnya perundingan Putaran Uruguay yang akan menimbulkan proteksionisme dengan munculnya kelompok regional serta timbulnya kecenderungan saling ketergantungan diantara negara-negara di kawasan Asia Pasifik.

Forum yang dibentuk 1989 di Canbera-Australia itu telah melaksanakan langkah besar dalam menggalang kerja sama ekonomi sehingga menjadi suatu forum konsultasi, dialog.

Sebagai lembaga informal yang kerja sama ekonominya berpedoman melalui pendekatan keterbukaan bersama berdasarkan sukarela, melakukan inisiatif secara kolektif dan untuk mendukung keberhasilannya dilakukan konsultasi yang intensif terus menerus di antara 21 ekonomi anggota yang berasal dari negara maju dan berkembang.

(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009