Jakarta (ANTARA News) - Perubahan iklim dan ramah lingkungan. Dua kata itu menjadi sering terdengar beberapa tahun terakhir dengan semakin sadarnya masyarakat tentang ancaman perubahan iklim yang mengubah kondisi alam secara global maupun lokal.

Dengan perubahan iklim, masyarakat global dituntut untuk hidup lebih ramah lingkungan. Tetapi apakah masyarakat mengetahui apakah itu perubahan iklim itu sendiri?

Perubahan iklim merupakan rangkaian sebab akibat dari perubahan unsur-unsur iklim, khususnya suhu udara dan curah hujan yang terjadi secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang panjang antara 50 sampai 100 tahun (inter centenial).

Selain disebabkan faktor-faktor alam, perubahan iklim disebabkan oleh kegiatan manusia (anthropogenic) , khususnya yang berkaitan dengan pemakaian bahan bakar fosil dan alih-guna lahan.

Istilah perubahan iklim sering digunakan secara tertukar dengan istilah "pemanasan global", padahal fenomena pemanasan global hanya merupakan bagian dari perubahan iklim, karena banyaknya parameter iklim seperti temperatur, presipitasi, kondisi awan, angin, maupun radiasi matahari.

Pemanasan global merupakan peningkatan rata-rata temperatur atmosfer yang dekat dengan permukaan bumi dan di troposfer, yang dapat berkontribusi pada perubahan pola iklim global.

Pemanasan global terjadi sebagai akibat meningkatnya jumlah emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer, dimana gas utama GRK yaitu konsentrasi CO2-ekuivalen (CO2e) yang terbentuk di udara.

Sebelum revolusi industri, terdapat lapisan CO2e setebal 280 ppm. Setelah revolusi industri (1780), konsentrasi CO2e meningkat dari 315 ppm (1930) ke 330 ppm (1970), 360 ppm (1990), dan 380 ppm (2008).

Meningkatnya emisi GRK menjadikan perubahan iklim global yang membuat "bumi semakin panas".

Secara sederhana, perubahan iklim dapat diilustrasikan seperti kondisi di dalam mobil tertutup yang terpapar panas terik sinar matahari.

Suhu di dalam mobil tersebut menjadi panas karena sinar matahari yang masuk menembus kaca mobil membuat seisi mobil menjadi panas karena panas matahari tersebut terperangkap di dalam mobil.

Hal di atas juga terjadi pada bumi, di mana radiasi yang dipancarkan oleh matahari, menembus lapisan atmosfer, masuk ke bumi dan membuat suhu di bumi menjadi hangat untuk kehidupan.

Namun karena makin tebalnya "selimut" atmosfer bumi karena meningkatnya GRK, tak semua gelombang sinar matahari yang dipantulkan keluar oleh bumi dapat menembus atmosfer menuju angkasa luar, sehingga suhu permukaan bumi menjadi lebih panas dari seharusnya.

Peristiwa ini disebut Pemanasan Global, yang yang menyebabkan terjadinya perubahan pada unsur-unsur iklim lainnya, seperti naiknya suhu air laut, meningkatnya penguapan di udara, serta berubahnya pola curah hujan dan tekanan udara yang pada akhirnya merubah pola iklim dunia.

Perubahan unsur-unsur iklim karena pemanasan global tersebut dinamakan Perubahan Iklim.

dampak perubahan iklim
Untuk meneliti, memantau dan menganalisa perubahan iklim secara global, PBB melalui program lingkungan PBB (United Nations Environment Programme/UNEP) dan Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/ WMO) membentuk Panel antar Pemerintah untuk Perubahan Iklim (The Intergovernmental Panel on Climate Change /IPCC) pada 1988.

Sejak 1990 setiap lima atau enam tahun, IPCC yang terdiri dari ribuan pakar ilmu pengetahuan global, telah mengeluarkan laporan-laporan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan melalui pengamatan dan prediksi untuk mengetahui kecenderungannya di masa depan.

Pada 2007, IPCCC mengeluarkan laporan penelitian ke-empat berjudul Climate Change 2007: Climate Change Impacts, Adaptation and Vulnerability dengan memuat dampak perubahan iklim yang sudah dan yang mungkin akan terjadi di masa depan.

Fakta-fakta yang terungkap dalam laporan tersebut, antara lain bahwa tingkat pemanasan pada temperatur permukaan bumi rata-rata pada 50 tahun terakhir hampir mendekati dua kali lipat dari rata-ratanya pada 100 tahun terakhir.

Selama 100 tahun terakhir, temperatur permukaan bumi rata-rata naik sekitar 0,74 derajat Celcius, dan jika konsentrasi GRK dominan di atmosfer yaitu karbondioksida meningkat dua kali lipat dari masa pra-industri, akan memacu pemanasan rata-rata mencapai 3 derajat celcius.

Ini akan mengakibatkan gunung es di Amerika Latin mencair, yang berdampak gagalnya panen, sehingga diprediksi hingga tahun 2050 membuat 130 juta penduduk dunia terutama di Asia mengalami kelaparan.

Perubahan-perubahan tersebut merupakan bagian dari pola yang konsisten dan bukti dari adanya gelombang panas (heat waves) yang lebih besar, pola angin baru, kekeringan yang lebih parah di beberapa daerah, bertambahnya presipitasi (curah hujan) di daerah lainnya, melelehnya gletser dan es di Arktik serta naiknya muka laut.

Pada 2080, diprediksi 30 persen garis pantai di dunia lenyap, dan mencairnya lapisan es di kutub mengakibatkan aliran air di Kutub Utara dan membuat Terusan Panama terbenam.

Perubahan tersebut melenyapkan beberapa spesies dan bencana alam secara global yang makin meningkat.

Naiknya suhu udara akan memicu topan yang lebih dasyat hingga mempengaruhi wilayah pantai. Banyak tempat yang kering akan makin kering, sebaliknya sejumlah tempat yang basah akan makin basah. Hal ini membuata distribusi air secara alami kian senjang dan berpotensi meningkatkaan ketegangan dalam pemanfaatan air untuk kepentingan industri, pertanian dan penduduk.

Sekitar 1-3 milyar orang didunia terutama diwilayah miskin, diperkirakan akan menderita kekurangan air kronis pada 2100.

Dari seluruh dampak yang muncul, Asia menjadi bagian dari bumi yang akan menderita paling parah. Setiap kenaikan suhu 2 derajat celcius akan menurunkan produksi pertanian di China dan Bangladesh hingga 30 persen pada 2050.

Kelangkaan air meningkat di India seiring dengan menurunnya lapisan es di pegunungan Himalaya.

Sekitar 100 juta warga pesisir di asia pemukimannya tergenang karena peningkatan permukaan laut antara 1-3 mm/tahun.

apa yang dilakukan?
Pada konferensi PBB di Rio de Jeneiro atau yang lebih dikenal dengan KTT Bumi (Earth Summit) pada Juni 1992, 172 negara peserta memutuskan dibentuknya United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

Dan ketika KTT Perubahan Iklim ketiga yang diselenggarakan oleh UNFCCC pada Desember 1997 di Kyoto, Jepang, menghasilkan Protokol Kyoto bagi negara-negara perindustrian yang dinamakan negara Annex-1.

Protokol Kyoto merupakan persetujuan sah di mana negara-negara perindustrian akan mengurangi emisi gas rumah kaca mereka secara kolektif sebesar 5,2 persen dibandingkan dengan tahun 1990 dengan membuat suatu mekanisme yang membantu negara-negara tersebut mencapai target.

Sedangkan target nasional berkisar dari pengurangan 8 persen untuk Uni Eropa, 7 persen untuk AS, 6 persen untuk Jepang, 0 persen untuk Rusia, dan penambahan yang diizinkan sebesar 8 persen untuk Australia dan 10 persen untuk Islandia."

Sebagian besar ketetapan Protokol Kyoto berlaku terhadap negara-negara maju yang disenaraikan dalam Annex I dalam UNFCCC, dan pada saat pemberlakuan persetujuan pada Februari 2005, Protokol Kyoto telah diratifikasi oleh 141 negara, yang mewakili 61 persen dari seluruh emisi.

Bagi negara NON ANNEX I Protokol Kyoto tidak mewajibkan penurunan emisi GRK, tetapi mekanisme partisipasi untuk penurunan emisi tersebut terdapat di dalamnya, prinsip tersebut dikenal dengan istilah "tanggung jawab bersama dengan porsi yang berbeda" (common but differentiated responsbility) .

Beberapa mekanisme dalam Protokol Kyoto yang mengatur masalah pengurangan emisi GRK, seperti implementasi bersama, perdagangan emisi dan mekanisme pembangunan bersih (CDM).

Berbagai usaha tersebut, diharapkan dapat mengurangi emisi GRK dan perubahan iklim yang semakin nyata terjadi.(*)

Oleh Nur R Fajar
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009