Denpasar (ANTARA News) - Penggunaam teknologi dengan memanfaatkan gelombang atau frekuensi radio dan dikenal dengan "Lippoplasty Radio Frequency" untuk mengurangi lemak di bagian perut mulai diminati masyarakat Indonesia karena efek sampingnya relatif kecil jika dibanding sistem sedot lemak lainnya.
"Berbagai peralatan sedot lemak kini membanjiri pasaran dan masing-masing produk menampilkan keunggulannya. Namun teknologi gelombang frekuensi radio baru dikenal di Indonesia akhir 2009," kata seorang ahli kulit dr Debby Intan kepada ANTARA News di Denpasar, Sabtu.
Ditemui di sela-sela Musyawarah Nasional II Perhimpunan Dokter Estetik Indonesia (Perdesti), ia mengemukakan, di Amerika Serikat, teknologi ini sudah dikenal sejak 2007.
Dia mengatakan, respons masyarakat mulai meningkat, terutama di beberapa kota besar, seperti Jakarta dan Surabaya. Indikasinya, teknologi ini sudah mulai banyak dipakai di klinik-klinik kencantikan.
Menurut dia, selama ini peralatan sedot lemak yang biasa dipakai di pusat-pusat pelangsingan tubuh hanya mampu menjangkau di sekitar depan perut saja sehingga masih menyisakan lemak.
"Peralatan sedot lemak biasanya menimbulkan rasa sakit, bahkan hingga satu minggu lamanya pascaoperasi. Selain itu, setelah sedot lemak, kerap kali hasilnya tidak maksimal, karena masih ditemukan tumpukan lemak," katanya.
Debby yang bekerja di sebuah klinik kecantikan di Jakarta Barat ini mengemukakan, manusia memiliki jaringan lemak yang menutupi seluruh tubuhnya. Jaringan ini terdiri dari sel-sel lemak yang tugasnya menyimpan energi dalam bentuk lemak.
Adapun penyebaran lemak antara satu orang dengan lainnya berbeda-beda, namun umumnya terbagi dua tipe. Pertama penyimpanan lemak, yakni lemak subkutan atau di bawah kulit, meliputi 80 persen dari seluruh lemak tubuh. Lemak kedua disebut visceral yang mengelilingi tubuh.
"Lemak visceral ini sulit dihilangkan dibanding lemak subkutan, karena letaknya lebih dalam di dalam jaringan kulit," kata alumnus FK Universitas Trisakti, Jakarta ini.
Dengan pemanfaatan gelombang frekuensi radio untuk sedot lemak ini, kata Debby, dapat menghasilkan suhu antara 41 derajat Celcius hingga 45 derajat Celcius, namun tidak sampai merusak jaringan sel tubuh.
Sementara alat sedok yang selama ini dipakai, katanya, tidak mampu masuk ke jaringan sehingga tidak bisa optimal dalam menyedot lemak yang dikehendaki di beberapa bagian tubuh.
Menyinggung sistem sedot lemak dengan gelombang radio apakah sudah melewati uji dan bisa dipertanggungjawabkan, Debby menyebutkan, pembahasan dan kajian ilmiahnya sudah dimuat di jurnal khusus para dokter bedah plastik.
Hanya saja, untuk perawatan dengan alat sedot seharga Rp80 juta ini diakuinya lumayan mahal. Masyarakat yang ingin mengurangi lemak, biayanya sekitar Rp300 hingga Rp500 ribu sekali pengobatan. Untuk hasil maksimal disarankan menjalalani perawatan hingga lima kali. (*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009