"Sangat konyol kalau pejabat pemerintah menyikapi aksi Greenpeace adalah pesanan dari orang asing," kata Bustar kepada ANTARA News di markas Greenpeace di Semenanjung Kampar, Kabupaten Pelalawan, Riau, Sabtu.
Bustar menyampaikan hal itu sebagai hak jawab terhadap pernyataan Direktur Bina Pengembangan Hutan Tanaman Dephut, Bedjo Santoso, yang menuduh ada kepentingan negara asing di balik aksi Greenpeace di hutan rawa gambut Semenanjung Kampar, Riau.
Dalam kunjungannya ke Pekanbaru, Kamis lalu (12/11), kepada wartawan Bedjo mengatakan pemerintah tidak akan mencabut izin perusahaan yang sudah ada di Semenanjung Kampar karena hal itu akan berimbas pada kepastian hukum investasi di Indonesia.
"Meski ada izin legal di hutan Semenanjung Kampar, pemerintah seharusnya tidak menutup mata dan harus turun langsung ke lapangan bahwa aktivitas perusahaan telah menabrak peraturan mengenai lingkungan hidup," lanjutnya.
Menurut dia, pemerintah harus mempertimbangkan dampak kerusakan lingkungan yang akan berimbas pada seluruh aspek kehidupan manusia seperti pemanasan global dan bencana ekologis.
Sebabnya, lanjut Bustar, membiarkan deforestasi akan menghasilkan konsekuensi besar yang harus diterima generasi penerus bangsa ketika pemerintah memilih mengedepankan kepentingan ekonomi melebihi fungsi penting hutan untuk masa depan umat manusia.
"Selain itu, berdasarkan Kepres 32 tahun 1990, lahan gambut yang di dalamnya lebih dari tiga meter harusnya untuk dilindungi. Sedangkan, kedalaman gambut di konsesi RAPP sewaktu kami melakukan aksi penyegelan alat berat melebihi kedalaman lima meter," katanya.
Ia menambahkan, aksi Greenpeace merupakan bentuk untuk menegakkan hukum yang berlaku agar investasi dapat sesuai dengan aturan dan ramah lingkungan. (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009
untuk sekarang
dan masa depan....
leuweung ruksak
kahirupan balangsak
hutan rusak
kehidupan sengsara
peace for all