Kelima orang tersebut sedianya akan diadili di komisi militer AS di Guantanamo, tapi pemerintah Obama telah berjanji untuk menutup penjara yang kontroversial itu dan memindahkan sejumlah kasus ke penjara kejahatan tradisional AS untuk diadili.
Tetapi, beberapa kasus akan diadili di pengadilan militer, termasuk dalang yang dituduh dalam serangan 2000 terhadap kapal perang USS Cole di Yaman, Abd al-Rahim an Nashiri, kata pejabat pemerintah itu, yang menolak untuk lebih dikenali.
Jaksa Agung AS Eric Holder seperti dilaporkan Reuters diperkirakan akan mengumumkan keputusan itu Jumat malam.
Tindakan itu menandai langkah besar pertama oleh pemerintah Presiden Barack Obama untuk menutup penjara tersebut, yang telah ia janjikan akan dilakukan pada 22 Januari 2010. Namun, Obama dan timnya menghadapi sejumlah rintangan politik dan diplomatik dan beberapa pejabat secara pribadi mengakui mungkin akan sulit untuk memenuhi tenggat tersebut.
Ada 215 tahanan di kamp tahanan yang dibangun pada awal 2002 oleh pemerintah George W.Bush untuk menampung para tersangka pelaku terorisme itu.
Pengadilan di New York mungkin akan memancing reaksi keras, khususnya sejak kota itu menjadi tempat serangan 2001 yang menghancurkan menara kembar World Trade Center dan menewaskan hampir 3.000 orang.
Ada perlawanan oleh beberapa sekutu penting AS untuk membawa tahanan dari Guantaamo yang telah dibebaskan berkaitan dengan terorisme, dan beberapa dari musuh politik Obama di AS tidak ingin pengadilan itu diadakan di daratan AS.
Beberapa anggota Republik berdalih bahwa Guantaamo telah memiliki fasilitas untuk mengadili dan memenjarakan tersangka terorisme. Mereka juga mengatakan masyarakat yang mau menampung para tawanan itu dapat menjadi sasaran serangan.
Namun pemerintah Obama dan rekan Demokrat-nya menjawab bahwa pengadilan dan penjara AS telah menangani sejumlah tersangka terorisme sebelumnya dan mereka harus menutup Guantanamo karena penjara itu telah menodai reputasi AS di luar negeri.
Gedung Putih telah menekan Kongres untuk memeriksa secara seksama komisi militer untuk mengatasi keprihatinan yang disampaikan oleh kelompok hak asasi manusia. Para anggota parlemen akhirnya melarang penggunaan pengakuan dari interogasi keras dan membuatnya lebih keras dengan menggunakan bukti desas-desus. (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009