Banda Aceh (ANTARA News) - Empat orang tersangka pemilik senjata api sebagai pelaku kejahatan di pesisir timur Provinsi Aceh, hingga kini masih diburu aparat kepolisian Polres Aceh Timur setelah sempat terlibat baku tembak pada Kamis (12/11) dini hari.

"Mereka bisa meloloskan diri saat disergap di salah satu kawasan pedalaman Aceh Timur, namun kami terus melakukan pengejaran terhadap empat orang tersangka tersebut," kata Kapolres Aceh Timur, AKBP Ridwan Usman di Banda Aceh, Jumat.

Ia menjelaskan, dalam penyergapan pada Kamis (12/11) sekitar pukul 02.00 WIB itu, polisi menemukan barang bukti yang diyakini milik kawanan kriminal tersebut, antara lain dua pucuk senjata api laras panjang yakni AK-56 dan M-16.

Selain itu, sebanyak 23 butir amunisi AK-56, tercatat 12 butir peluru M-16 dan dua buah magazin. Barang bukti itu ditemukan polisi setelah terjadinya baku tembak dengan komplotan kriminal tersebut.

Dalam insiden baku tembak itu, Kapolres menjelaskan, seorang personel polisi mengalami luka lecet di bagian pipi akibat serpihan selongsong peluru. Kondisi personel polisi tersebut kini sudah membaik setelah ditangani para medis setempat.

Sementara, dua dari enam orang komplotan kriminal tersebut berhasil ditangkap aparat kepolisian yang melakukan penyergapan terhadap orang bersenjata api di salah satu desa pedalaman timur Aceh, atau sekitar 40 kilometer dari Kota Banda Aceh.

Keenam warga sipil yang memiliki senjata api tidak sah itu merupakan komplotan kriminal dan paling dicari aparat kepolisian karena tindakan mereka sangat meresahkan masyarakat.

Kapolres, AKBP Ridwan Usman, menyebutkan situasi keamanan di pesisir timur provinsi berpenduduk sekitar 4,6 juta jiwa tersebut saat ini relatif kondusif.

"Situasi keamanan di wilayah kami cukup baik dan terkendali. Kami akan terus kembangkan penyelidikan dengan pemeriksaan terhadap dua pelaku yang tertangkap itu," kata dia menjelaskan.

Ketika ditanya mengapa keempat kriminal itu bisa lolos dari kejaran polisi, Kapolres Aceh Timur menyebutkan medan di lokasi penggerebekan sangat sulit.

"Para pelaku kejahatan bersenjata api itu sudah sangat menguasai medan, sehingga mereka begitu mudah meloloskan diri saat disergap," kata Ridwan Usman menjelaskan.

Sebelum penandatanganan nota kesepahaman (MoU) mengakhiri konflik bersenjata antara pemerintah dengan pihak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005, pesisir timur Aceh itu merupakan salah satu kawasan rawan gangguan keamanan. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009