"Salah satu upaya yang mungkin akan ditempuh adalah memadatkan materi untuk mengantisipai berkurangnya jam pelajaran akibat dimajukannya pelaksanaan ujian nasional," kata Kepala SMA Negeri 10 Yogyakarta, Timbul Waluyo di Yogyakarta, Kamis.
Kebijakan itu ditempuh sehubungan adanya keputusan Menteri Pendidikan Nasional melalui Peraturan Menteri Nomor 75 Tahun 2009 yang memajukan pelaksanaan UN menjadi Maret untuk siswa SMP dan SMA atau yang sederajat.
Menurut Timbul, adanya kabar akan dimajukannya pelaksanaan UN sudah terdengar sejak lama. "Oleh karena itu, kami sudah melakukan persiapan sejak awal tahun ajaran baru 2009/2010," katanya.
Namun demikian, ia berharap prosedur operasional standar (POS) UN segera turun dari pusat, sehingga pihak sekolah dapat mempersiapkan bahan yang pasti untuk keperluan sosialisasi kepada siswa dan orang tua siswa.
"Dimajukannya jadwal pelaksanaan UN karena adanya UN ulangan bagi siswa yang tidak lulus UN utama, sehingga konsekuensinya pelaksanaan UN utama dimajukan," katanya.
Sementara itu, Kepala SMK Negeri 5 Yogyakarta Sutarto mengatakan dimajukannya pelaksanaan UN menyebabkan hilangnya waktu efektif kegiatan belajar mengajar sekitar tiga pekan.
"Memajukan pelaksanaan UN cukup merugikan bagi upaya memperdalam materi yang diujikan seperti Matematika, PPKN, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya akan memadatkan materi ajar, bahkan akan menggunakan waktu libur semester ganjil untuk keperluan tersebut.
"Libur semester ganjil akan kami kurangi dari dua pekan menjadi satu pekan, karena satu pekan lainnya akan digunakan untuk pemadatan materi," katanya.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Syamsury mengatakan pelaksanaan UN yang dimajukan sekitar tiga pekan tidak akan menjadi masalah bagi sekolah, karena pihak sekolah dapat melakukan pendalaman dan pemadatan materi.
Sedangkan upaya untuk menekan tingginya angka ketidaklulusan UN bagi siswa di Kota Yogyakarta, menurut dia dilakukan dengan program "sister school" yang dibiayai melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sebesar Rp50 juta untuk setiap sekolah yang melaksanakan program tersebut.
"Ada pendampingan yang dilakukan guru dan kepala sekolah dari sekolah yang berprestasi ke sekolah yang kurang berprestasi, sehingga diharapkan prestasi dari sekolah yang didampingi dapat meningkat," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009