Jakarta (ANTARA) - Lembaga penelitian SMERU menemukan penargetan program perlindungan sosial berupa bantuan sosial sembako dan Program Keluarga Harapan (PKH) belum sepenuhnya tepat sasaran.
"Kami menemukan bahwa kedua program masih belum tepat sasaran," kata Peneliti SMERU Hastuti dalam Seri Webinar Implementasi Program Perlindungan Sosial di Indonesia pada Masa Pandemi COVID-19, Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan masih ada keluarga penerima manfaat (KPM) dari program perluasan bantuan yang disesuaikan dengan masa pandemi, tidak mendapatkan bantuan.
"Masih ada KPM perluasan yang tidak tepat. Di beberapa daerah ada yang cukup besar jumlahnya. Sebagai gambaran di satu kecamatan yang kami kunjungi, dari 2000 sekian itu 400 sekiannya dinyatakan tidak layak, atau tidak miskin atau sudah meninggal," kata dia berdasarkan dari penelitian dari 5 kabupaten/kota yang yang terkena dampak pandemi.
Baca juga: Bank Dunia imbau RI lakukan sinkronisasi data penyaluran stimulus
Baca juga: KPK bahas pembagian bansos COVID-19 di Balai Kota Jakarta
Dilihat dari rumah tangga penerima manfaat, ia mengatakan mereka juga menemukan rumah tangga yang komponennya yang tidak sesuai, atau karena tidak memiliki komponen sehingga mereka disarankan untuk tidak menerima bantuan sosial.
Kemudian jika ditinjau dari KPM reguler, mereka juga masih menemukan ketidaktepatan sasaran dalam penyaluran bansos tersebut.
Meski demikian, persentase ketidaktepatan sasaran sangat sedikit berkat dukungan dari pendamping PKH dan pengawasan informal dari penyalur di tingkat masyarakat dari pengelola e-warung.
Berikutnya, ia mengatakan program yang belum tepat sasaran itu juga terlihat dari kurang terintegrasinya dua program yang ditangani oleh lembaga yang sama.
"Di tingkat nasional katanya ini hanya sekitar 10 persen. tapi di wilayah studi kami masih menemukan ada sekitar 30 persen kasus penerima PKH yang tidak menerima sembako. Hal ini tentu tidak sesuai dengan konsep program perlindungan sosial yang menyatakan bahwa PKH itu seharusnya memperoleh program-program lain," ujarnya.
Selanjutnya, hasil penelitian menemukan bahwa sejumlah keluarga miskin yang rentan masih ada yang tidak tercakup dalam bantuan sosial tersebut.
"Adanya penambahan penerima manfaat COVID-19 itu ternyata belum mencakup seluruh rumah tangga miskin dan rentan yang ada," demikian kata Hastuti.*
Baca juga: Sri Mulyani: Anggaran perlindungan sosial terealisasi Rp72,5 triliun
Baca juga: 800 warga Badui terima bantuan Program Keluarga Harapan
Pewarta: Katriana
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020