Jakarta (ANTARA News) - PT GMF AeroAsia memperkirakan, sampai 2014, Indonesia memerlukan tambahan 10 ribu Sumber Daya Manusia (SDM) perawatan pesawat untuk memenuhi pertumbuhan industri yang kapitalisasi pasarnya dalam lima tahun ke depan mencapai dua miliar dolar AS.

"SDM sebanyak itu untuk menyerap potensi kenaikan belanja perawatan maskapai domestik hingga lima tahun ke depan sebesar dua miliar dolar AS dari kondisi saat ini 750 juta dolar AS per tahun," kata Direktur Utama PT GMF AeroAsia, Richard Budihadianto menjawab pers usai menandatangani Nota Kesepahaman dengan Politeknik Negeri Bandung di Jakarta, Kamis.

Richard menjelaskan, 70 persen dari 750 juta dolar AS masih dikerjakan bengkel perawatan pesawat di luar negeri, sehingga hanya 30 persen yang baru digarap bengkel perawatan pesawat nasional yang tergabung dalam Asosiasi Bengkel Pemeliharaan Pesawat Terbang Indonesia atau IAMSA.

Padahal, industri penerbangan Indonesia akan terus tumbuh dan untuk itu diperlukan juga peningkatan kapasitas bengkel perawatan pesawat yang ada.

"Jika mengacu kepada pertumbuhan penumpang pesawat sebesar 10-20 persen per tahun, maka setidaknya kapasitas bengkel perawatan pesawat bisa ditingkatkan dua kalinya dari kondisi saat ini," katanya.

Total SDM bengkel perawatan pesawat nasional saat ini sekitar 3.600 orang dan jika bisa ditingkatkan dua kali lipatnya maka sampai 2014 diperlukan 10 ribu orang SDM. 7.000 orang diantaranya adalah teknisi perawatan umumnya lulusan STM Penerbangan yang ditingkatkan kemampuannya.

Jika Indonesia mampu terus meningkatkan kemampuan pekerja perawatan pesawat, maka maksimal 50 persen dari potensi dua miliar dolar AS bisa didapat.

Artinya, Indonesia dapat menyimpan devisanya di dalam negeri dan menyediakan lapangan pekerjaan baru dan dampak ikutannya maskapai penerbangan domestik lebih efisien.

"Perawatan pesawat di domestik lebih murah 30-40 persen dibanding di luar negeri," katanya.

Sementara itu Direktur Politeknik Negeri Bandung DR. Ir. Agus Wismakumara mengaku, SDM tenaga perawatan pesawat saat ini tergolong langka di Indonesia, sementara permintaannya sangat tinggi dalam 10 tahun terakhir.

"Tragisnya, peminatnya sangat sedikit. Buktinya, dari dua kelas Program Studi Teknik Aeronatika yang masing-masing 32 mahasiswa, per tahunnya per kelas hanya diisi masing-masing 19-20 orang," katanya.

Sementara dunia industri perawatan pesawat, termasuk maskapai penerbangan nasional sangat kekurangan. "Seluruh mahasiswa kami, waktu kuliah sudah dipesan seperti ijon. Lulus kuliah, langsung bekerja di maskapai atau bengkel perawatan pesawat," katanya.

Bahkan, ada beberapa maskapai nasional seperti Lion Air, kata Agus, pernah membuat proposal, mereka siapkan SDM dalam satu atau beberapa kelas dan mereka minta dilatih oleh tenaga pendidik Politeknik Negeri Bandung. "Semua biaya dan SDM-nya Lion yang sediakan," katanya. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009