Jakarta (ANTARA News) - Sigit Haryo Wibisono, terdakwa dugaan pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banjaran (PRB) Nasruddin Zulkarnaen, pernah mendapat email dari intelkam Mabes Polri sebelum pembunuhan terjadi.
Kesaksian itu terungkap dalam persidangan terdakwa mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar dengan mendengarkan keterangan saksi Sekretaris Pribadi (Sekpri) Sigit Haryo Wibisono, Setiawan Wahyudi, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis.
"Saat di ruang kerja Sigit, ada email masuk (dengan domain) intelkampolri.co.id. Saya diperintahkan untuk membuka oleh Pak Sigit," kata Setiawan.
Antasari Azhar, Kombes Pol Wiliardi Wizar, Sigit Haryo Wibisono dan Jerry Hermawan Lo, serta lima eksekutor ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus pembunuhan itu.
Setiawan menyatakan Sigit juga pernah menyuruhnya memasang alat perekam suara dan gambar, sebelum Antasari Azhar mendatangi rumah Sigit di Jalan Adipati Unus, Jakarta Selatan.
"Pak Kumis (Antasari Azhar) mau datang, alat rekam pasang!" katanya menirukan perintah Sigit.
Ia mengungkapkan, atas perintah Sigit, alat perekam suara disimpan di bawah meja. "Sedangkan satu alat rekam gambar dipasang oleh teman saya, Warno, di samping televisi," katanya.
"Saya belum pernah membuka dan mendengar isi alat rekam itu," akunya.
Ia juga mengaku pernah diperintahkan untuk mencetak gambar peta rumah Nasrudin Zulkarnaen dan Rani Juliani, serta foto rumah dan foto Nasrudin Zulkarnen dengan di bawahnya ada nama alamat, nama seseorang dan tanggal lahir.
"Pak Sigit memerintahkan saya untuk menambahkan alamat, nama dan tanggal lahir (Nasruddin/Rani) yang diambil dari Blackberry Sigit. Saya disuruh kirim ke Pak Kumis (Antasari Azhar)," katanya.
Sebelumnya, mantan Kapolres Jakarta Selatan, Kombes Pol Wiliardi Wizar, bersikukuh tetap menggunakan berita acara pemeriksaan (BAP) tanggal 29 April 2009 yang menyebutkan Antasari tidak terlibat pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasruddin Zulkarnaen.
"Wiliardi sudah mencabut BAP 30 April 2009 dimana dirinya di bawah tekanan dan adanya bujuk rayu dari penyidik," kata kuasa hukum Wiliardi, Apolos Djara Bonga, di sela-sela persidangan Wiliardi Wizar, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis.
Apolos juga menanyakan hilangnya BAP 29 April 2009, karena selaku kuasa hukum dia telah diberi oleh penyidik pemeriksaan pada 29 April 2009.
"Namun JPU sama sekali tidak diberi BAP pada 29 April 2009 oleh penyidik," katanya. (*)
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009
cc.Penasehat hukum.
pekembangan kasus anda ini , akan jadi pembelajaran tdhp rakyat kecil, rakyat sdh hrs hati2 bila berhadapan dgn hukum.kasus anda menjadikan kebenaran masih ada di RI.
regards
Astaghfirullah, semoga segera diazab dunia yang hebat orang yang fitnah sudah menjadi kebiasaan