Jakarta (ANTARA News) - Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) mencatat, hingga Oktober tahun 2009, setidaknya 150 kasus iklan bermasalah dimana 100 diantaranya melanggar kode etik.
"Pelanggaran terkait penggunaan istilah atau kata yang bersifat superlatif tanpa bukti pendukung yang objektif," kata Ketua Umum PPPI Harris Thajeb di Jakarta, Rabu.
Untuk meminimalkan pelanggaran kode etik beriklan itu, PPPI akan bekerjasama dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk memonitor etika pariwara di media massa, khususnya televisi.
"Pengawasan dimaksudkan agar iklan yang beredar di masyarakat tidak melanggar etika di masyarakat," katanya.
Menurut Harris, nilai pariwara atau iklan terus tumbuh dan berkembang di tanah air dan sejalan dengan ketatnya persaingan bisnis, iklan menjadi sarana komunikasi utama merebut pasar.
Sayang, demikian Harris, tidak semua iklan efektif dan etis karena sebagian besar justru melanggar Etika Pariwara Indonesia (EPI).
Harris mendorong monitoring juga dilakukan masyarakat, LSM, media periklanan, pengiklan dan biro iklan dengan melaporkan jika terjadi dugaan pelanggaran dalam beriklan.
Menurut catatan, nilai bisnis indutri periklanan pada 2009 diperkirakan dapat mencapai Rp53 trilliun, dan diproyeksikan tumbuh 15 pada 2010. Tahun 2009, sektor yang berbelanja iklan terbesar adalah industri telekomunikasi dan iklan partai politik. (*)
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009