Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan Polri (Pepabri) Agum Gumelar mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai kelompok minoritas yang ingin memecah belah bangsa melalui konflik di lembaga penegak hukum.

"Mayoritas bangsa Indonesia menginginkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tetap utuh. Namun, ada kelompok minoritas yang cerdik, licik, dan pandai mencari celah dan manfaatkan situasi," katanya dalam sebuah diskusi di Wisma ANTARA Jakarta, Rabu.

Karena itu, menurut dia, aparat penegak hukum seperti Kepolisian RI (Polri), Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mampu menahan diri agar tidak terjebak dalam situasi yang lebih rumit lagi.

Sebagai institusi yang kompeten di bidang penagakan hukum, kata Agum, Polri, Kejaksaan dan KPK hendaknya menjauhkan diri dari sikap-sikap arogan yakni merasa paling benar, memaksakan kehendak dan tidak mau melakukan komunikasi dengan pihak-pihak yang berbeda pandangan.

Mantan Menteri Koordinator bidang Politik Sosial dan Keamanan era Presiden Abdurrahman Wahid itu menegaskan, reformasi di bidang hukum harus terus berjalan.

Ia mengingatkan, penegakan hukum merupakan sesuatu yang mutlak harus diimplementasikan dan bukan dikompromikan bagi kepentingan politik pihak-pihak tertentu.

"Selama hukum dijadikan alat kompromi politik, maka upaya penegakan hukum akan sulit tercapai. Siapa pun yang melakukan pelanggaran hukum, harus diproses secara hukum, jangan dikompromikan," tegas Ketua Umum Ikatan Alumni Lemhannas (IKAL) itu.

Agum menyambut baik pihak-pihak yang memberi dukungan penuh terhadap institusi-institusi penegak hukum, namun harus dibarengi pula dengan keinginan mulia untuk membersihkan institusi itu dari "tangan-tangan kotor".

"Selamatkan Polisi, Selamatkan Kejaksaan, Selamatkan KPK, merupakan slogan-slogan yang memberi semangat positif. Tetapi itu juga harus dibarengi sikap keras untuk membersihkan Polri, Kejaksaan, dan KPK dari tangan-tangan kotor yang mencoreng lembaga penegak hukum itu," katanya.

Terkait penyelesaian kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah, mantan Direktur Badan Intelijen Strategis ABRI itu yakin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan mengambil sikap bijak dengan mempertimbangkan rekomendasi yang telah disampaikan Tim Delapan.

Agum menepis kemungkinan kasus Bibit-Chandra bakal mengarah pada upaya pemakzulan kepala negara.

"Saya yakin masyarakat tidak menginginkan itu. Biarkan pemerintahan berjalan hingga akhir masa tugasnya, kalau tiba-tiba dihentikan, maka harus mulai dari nol lagi, kasihan rakyat," katanya. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009