Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi meminta pemerintah memberikan keterangan yang tidak normatif dalam pengujian UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Dalam sidang dengan agenda mendengar keterangan pemerintah dan DPR itu, pemerintah meminta penundaan, sementara DPR tidak dapat hadir karena harus menghadiri rapat sehingga sidang ditunda bulan depan.
"Jangan sekadar nanti penyampaiannya normatif sekali, tetapi perlu kemudian kita buka semua hal-hal yang menyangkut persoalan wabah penyakit menular itu," ujar Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih di Gedung Mahkamah Konstitusi, Kamis.
Melihat pemerintah diwakili Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Kesehatan dalam kesempatan itu, Enny Nurbaningsih meminta dua kementerian itu berkoordinasi secara intensif dengan Kementerian Keuangan serta BNPB.
Diharapkan melalui koordinasi itu, keterangan yang disampaikan dalam sidang selanjutnya juga disertai data terkait penanggulangan wabah penyakit menular.
Baca juga: Dewi Aryani: Peliburan sekolah sesuai UU Kekarantinaan Kesehatan
Sementara Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) mengajukan permohonan uji materi UU Wabah Penyakit Menular dan UU Kekarantinaan Kesehatan karena masih terdapat tenaga kesehatan yang haknya belum terpenuhi selama wabah COVID-19, misalnya alat pelindung diri serta insentif.
Mendengar sidang ditunda hingga bulan depan, salah satu pemohon, Adib Khumaidi, mengatakan permohonan pemenuhan hak tenaga kesehatan mendesak dalam kondisi yang darurat wabah COVID-19 ini.
"Apa yang kami minta di dalam pokok materi di dalam pengajuan kami ini benar-benar ingin kami dapatkan untuk dengan segera," ujar dia.
Ia menuturkan tenaga kesehatan semakin banyak berguguran, sampai sekarang sebanyak 61 orang dokter, 7 dokter gigi dan belasan perawat sehingga perlu segera mendapat perhatian pemerintah.
Baca juga: Pakar: Jangan gunakan KUHP dalam menangani COVID-19
Baca juga: Hakim MK pertanyakan ketersambungan gugatan UU Kekarantinaan Kesehatan
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020